Jakarta (pilar.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengumumkan hasil penelitian mereka yang menunjukkan adanya keterkaitan Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Hasil penelitian tersebut menyoroti pola rekrutmen dan pandangan keagamaan yang ditemukan dalam pondok pesantren tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM MUI, Ichsan Abdullah, menyampaikan bahwa hasil penelitian MUI menegaskan keterkaitan Al-Zaytun dengan NII. Penelitian yang dilakukan MUI sebelas tahun lalu masih tetap relevan hingga saat ini dan tidak dapat disangkal.
“Pola rekrutmen yang diamati oleh MUI mengindikasikan adanya keterkaitan Al-Zaytun dengan gerakan NII. Hasil penelitian MUI pada tahun 2002 sangat jelas dan valid,” ungkap Ichsan.
Ichsan juga menyoroti perlunya tindakan tegas dari pemerintah terhadap penyimpangan-penyimpangan yang ada di Al-Zaytun, termasuk pandangan keagamaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kenegaraan.
“Pemerintah dan MUI harus bekerja sama untuk memperbaiki kondisi di Al-Zaytun agar tidak menjadi sarang radikalisme yang berpotensi mengancam negara di masa depan,” tambah Ichsan.
Perlu dicatat bahwa pemerintah Indonesia telah secara konsisten menentang gerakan NII dan tindakan kelompok yang mengklaim terafiliasi dengan gerakan tersebut. Gerakan NII dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan dan stabilitas nasional, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila yang menjadi dasar ideologi negara Indonesia.
Mayoritas umat Islam di Indonesia menganut paham moderat dan berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi serta kerukunan antaragama. Oleh karena itu, gerakan NII hanya mewakili sebagian kecil dari umat Islam dan tidak mencerminkan sikap resmi pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah aktif untuk melawan ekstremisme dan terorisme yang terkait dengan NII maupun kelompok lain yang memiliki afiliasi dengan ideologi radikal. Langkah-langkah tersebut meliputi penegakan hukum, kerja sama internasional, upaya deradikalisasi, dan promosi dialog antaragama guna memperkuat toleransi dan stabilitas di Indonesia.
Secara hukum dan politik di Indonesia, NII tidak memiliki status yang diakui secara resmi oleh pemerintah. Gerakan ini dianggap bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia. (hdl)