Jakarta (pilar.id) – Krisis pangan membayangi Indonesia seiring dengan perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung berakhir. Bahkan krisis pangan diperkirakan akan berlangsung hingga tahun depan.
“Yang paling penting adalah apakah kita cukup mampu mandiri secara ekonomi,” kata Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, di Jakarta, Rabu (7/6/2022).
Saat ini beberapa negara, seperti Amerika Serikat kesulitan mendapatkan bahan baku microchip, Eropa kesulitan mendapatkan gas, sedangkan Indonesia kesulitan mendapatkan pasokan berkelanjutan untuk komoditas gandum. Karena itu, kemandirian dari berbagai sisi menjadi sangat penting.
Sementara itu, ekonom senior Faisal H Basri mengatakan, ada 3 krisis besar yang akan mewarnai kehidupan sampai akhir abad ini. Pertama krisis kesehatan, kedua perubahan iklim, dan ketiga revolusi teknologi yang bisa digunakan untuk tujuan baik atau kejahatan.
“Ancaman ini hanya bisa diselesaikan kalau ada langkah bersama, kesadaran bersama terutama dari negara-negara besar, lebih utama lagi Amerika dan China,” kata dia.
Faisal khawatir antisipasi krisis-krisis tersebut hanya direspons dengan kata-kata tanpa makna. Ia menyebut rencana pembangunan hanya sekadar halusinasi.
“Sungguh saya sangat khawatir, walaupun saya dengar ini cuma narasi-narasi yang normatif gitu yang nggak hidup,” kata Faisal.
Ditambahkan, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, berdasarkan big data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan transaksi masyarakat dan cashflow pebisnis sudah mulai pulih pascapandemi covid-19. Pemulihan ekonomi yang cepat tersebut dikarenakan penanganan pandemi cukup baik di Indonesia.
“Indonesia sudah mulai adaptasi walaupun ada PPKM, transaksinya masih relatif baik dan kalau kita lihat belanja lewat online-nya pun meningkat,” kata dia. (ach/hdl)