Jakarta (pilar.id) – Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti menilai, kebijakan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah soal pencarian dana jaminan hari tua (JHT) harus 56 tahun membuat buruh semakin terhimpit.
Pasalnya dalam kondisi kesejahteraan buruh yang merosot, keberadaan JHT menjadi semacam dana yang diandalkan bagi kaum buruh ketika dalam kesulitan ekonomi. Tak jarang, ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) maka dana JHT menjadi andalan bagi buruh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga saat sedang menganggur atau belum memperoleh pekerjaan.
“Tentu saja kebijakan ini membuat buruh makin terhimpit. Apalagi, upah hanya naik 1,09 persen dan bahkan di Jawa Tengah ada yang naik hanya 0,78 persen, tidak sampai 1 persen,” kata Dian dalam pesan singkat kepada Pilar.id, Sabtu (12/2/2022).
Kata dia, apabila pemerintah serius memberikan jaminan sosial bagi buruh dan keluarganya, maka seharusnya secara ada pemenuhan upah yang layak sesuai kebutuhan riil, upah minimum yang memenuhi kebutuhan riil dasar buruh, menjamin kepastian kerja alias tidak ada kontrak atau outsourcing.
Lalu pemerintah dapat memberi fasilitas bagi buruh dan keluarga seperti daycare bagi anak buruh, kerja layak, pendidikan murah dan berkualitas, kesehatan memadai murah dan berkualitas, tanpa privatisasi aset kekayaan yang memenuhi hajat hidup orang banyak dan jaminan sosial yang bisa menjamin hari tua bagi seluruh pekerja informal maupun formal.
“Kami menuntut Ida Fauziyah berhenti mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan buruh dan keluarganya. Cabut permenaker tersebut atau, ya seperti biasa, kami akan melakukan aksi-aksi mobilisasi massa maupun aksi online,” tegasnya.
Menurutnya, lebih baik Ida Fauziyah mundur bila tidak bisa melindungi pekerja. Dian meminta agar Ida mencontoh SK Trimurti, menteri perburuhan pertama yang betul-betul berpihak pada buruh. “Lebih tepatnya ini (aturan baru JHT) diputus oleh Kemenaker karena lembaga ini yang mengeluarkan
kebijakan sebagai representasi negara,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Menaker mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Intinya, pencairan Dana JHT hanya untuk pekerja yang sudah berusia 56 tahun.
Dalam aturan tersebut dijelaskan, manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia. Selain itu, manfaat JHT juga berlaku pada peserta yang berhenti bekerja seperti mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja, dan peserta yang meninggalkan indonesia untuk selama-lamanya.
“Manfaat JHT bagi Peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat Peserta mencapai usia 56 tahun,” demikian bunyi pasal 5 permenaker tersebut.(her/din)