Surabaya (pilar.id) – Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2022 turun menjadi 93 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH). Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur, tahun 2021. AKI sebesar 234,7 per 100 ribu KH.
Pencapaian ini bahkan berhasil melampaui target yang ditetapkan untuk AKI di Jawa Timur pada tahun 2022, yakni sebesar 96,42 per 100 ribu KH. Tidak hanya itu, pencapaian ini juga melebihi target nasional yang telah ditetapkan untuk tahun 2024 sebesar 183 per 100 ribu KH.
Pada tahun 2022, jumlah kematian ibu di Jawa Timur tercatat sebanyak 499 kasus, mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2021 yang mencatat sebanyak 1.279 kasus.
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan apresiasi dan rasa terima kasihnya atas capaian yang luar biasa ini. Ia mengakui dan memberikan penghargaan kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk mencapai hasil ini, termasuk tim kesehatan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, para tenaga kesehatan, bidan, relawan penyuluhan, serta seluruh masyarakat yang peduli terhadap keselamatan ibu hamil.
“Kami menghargai kerja keras dan kolaborasi dari semua pihak, terutama para tenaga kesehatan dan bidan yang berada di garda terdepan dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Timur,” kata Khofifah pada Selasa (8/8/2023).
Lebih lanjut, Khofifah mengungkapkan optimisme akan terus menurunnya AKI di Jawa Timur. Data dari Dinkes Jawa Timur menunjukkan bahwa hingga Juni 2023, jumlah kematian ibu di wilayah ini tercatat sebanyak 216 kasus.
“Target AKI Jawa Timur pada tahun 2023 adalah 95,42 per 100 ribu KH. Kami berharap bahwa tidak akan terjadi penambahan signifikan pada kasus kematian ibu hingga akhir tahun ini, sehingga target tersebut dapat tercapai atau bahkan terlampaui,” tegas Khofifah.
Guna mencapai penurunan AKI yang berkelanjutan, Khofifah menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengambil berbagai langkah strategis. Langkah tersebut meliputi peningkatan layanan kesehatan bagi ibu hamil dan nifas, pelayanan Keluarga Berencana (KB), serta partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
“Pemberdayaan masyarakat memiliki peranan penting, dan Dinkes Jawa Timur telah melibatkan masyarakat dalam mendukung program kesehatan ibu dan anak melalui berbagai inisiatif seperti gerakan ibu hamil sehat, kelas ibu hamil, kelas ibu balita, posyandu, pemanfaatan buku KIA, program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), serta melibatkan TP PKK dan organisasi kemasyarakatan,” jelasnya.
Selain itu, peningkatan pelayanan melalui fasilitas kesehatan, kunjungan neonatus, dan sistem rujukan juga menjadi fokus dalam upaya menekan AKI di Jawa Timur. Dinkes Jawa Timur juga menerapkan inovasi BUAIAN (Bunda Anak Impian) yang mendampingi ibu hamil risiko tinggi hingga masa nifas.
Meskipun telah mencapai penurunan yang signifikan dalam AKI, Khofifah tetap mengajak semua pihak untuk tetap waspada dan berkolaborasi dalam mencegah AKI di Jawa Timur. Ia berharap kolaborasi dan sinergi dapat terus diperkuat agar angka kematian ibu dan bayi di wilayah ini dapat terus ditekan.
“Penurunan AKI yang telah tercapai tidak boleh membuat kita berpuas diri. Kami perlu menjaga capaian ini dan terus memperbaiki layanan kesehatan, serta melakukan sosialisasi yang lebih luas kepada masyarakat. Kolaborasi dengan elemen-elemen seperti PKK dan Karang Taruna juga perlu ditingkatkan untuk membantu proses penyuluhan,” pungkasnya. (tok/hdl)