Jakarta (pilar.id) – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengisyaratkan, bahan bakar minyak Pertamina jenis Pertalite (RON 90) dan gas Elpiji 2 kilogram akan mengalami kenaikan harga.
Menanggapi hal ini, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan jika ia kurang setuju soal rencana kenaikan harga tersebut.
Menurut dia, justru stabilitas harga ini merupakan kunci untuk memperkuat pemulihan ekonomi. Pemerintah, kata dia, seharusnya bisa lebih serius untuk bisa mencegah terjadinya kenaikan harga. Khususnya harga-harga yang diatur pemerintah seperti BBM, Elpiji dan tarif listrik.
“Saya kurang setuju (soal rencana kenaikan harga Pertalite dan gas Elpiji 3 kg),” kata Bhima, Sabtu (2/4/2022).
Paling tidak, ada dua cara yang bisa dilakukan pemerintah agar APBN tidak jebol tanpa menaikkan harga Pertalite dan Elpiji 3 kg. Apabila pemerintah ingin melakukan efisiensi anggaran, maka tunda proyek-proyek strategis nasional, kurangi belanja untuk birokrasi, dan lakukan penghematan ekstrim untuk belanja negara.
“Dananya dialihkan atau direlokasikan untuk subsidi pangan maupun subsidi untuk energi,” kata dia.
Menurut dia, hal itu penting dilakukan, karena pemerintah sekarang ini tengah menikmati win fal atau kenaikan harga dari komoditas, yaitu kenaikan harga batu bara dan sawit. Dua komoditas itu sangat menyumbang penerimaan pajak dan PNBP.
Oleh karenanya, harusnya ada subsidi silang dari hasil APBN yang gemuk karena adanya kenaikan harga komoditas ekspor. Dana yang diperoleh itu harusnya masuk untuk mendorong subsidi energi dan subsidi pangan. Dengan demikian, stabilitas harga pun bisa terwujud.
“Jadi tidak bisa menormalisasi bahwa akan terjadi kenaikan ini dan itu. Padahal daya beli masyarakatnya belum siap menerima kenaikan,” katanya.
Dalam konteks ini, lanjut Bhima, Indonesia dalam posisi diuntungkan dengan harga komoditas yang sedang naik, harusnya bisa melakukan berbagai langkah termasuk menunda proyek IKN. Seharusnya anggaran yang ada dapat difokuskan terlebih dahulu untuk stabilitasi harga kebutuhan pokok dan energi di dalam negeri.
“Itu yang harusnya bisa dilakukan dan pemerintah mampu, kalau pemerintah memang memiliki komitmen untuk melindungi masyarakat dari tekanan ekonomi yang cukup berat,” tegas Bhima. (her/hdl)