Jakarta (pilar.id) – Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, fenomena overstaffing atau melakukan rekrutmen secara agresif di perusahaan rintisan (startup) selama pandemi covid-19 menjadi salah satu penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Menurutnya, banyak founder dan CEO perusahaan yang over-optimis, ternyata paska pandemi reda, masyarakat lebih memilih omnichannel. Bahkan secara penuh berbelanja di toko offline (hanya pembayaran pakai digital/mobile banking-transaksi dilakukan manual).
“Akibat overstaffing biaya operasional membengkak, dan menjadi beban kelangsungan perusahaan digital,” ujar Bhima kepada Pilar.id, Minggu (20/11/2022).
Di sisi lain, perubahan regulasi punya efek terhadap kelanjutan lini bisnis raksasa digital terutama dibidang keuangan. Sejak adanya standarisasi QRIS, banyak pengguna dompet digital yang kembali ke mobile banking.
Beberapa perusahaan tidak mengantisipasi adanya perubahan cara main (level of playing field) dari regulasi sehingga menekan berbagai prospek pertumbuhan.
Maka dari itu, pemerintah harus mulai mengatur model bisnis e-commerce dan ride-hailing yang lakukan promo dan diskon secara besar-besaran untuk pertahankan market share, dampaknya persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat.
Konsumen baru mungkin akan tergoda promo, tapi untuk terus menerus lakukan promo, sebenarnya suicide mission (misi bunuh diri) bagi startup. Ketika pendanaan berkurang, sementara yang dikejar hanya valuasi, maka promo dan diskon menjadi jebakan keuangan.
“Harusnya perusahaan digital lebih mendorong perlombaan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen,” ujarnya. (her/fat)