Palangkarayan (pilar.id) – Sepanjang tahun 2022, produksi tebu Jawa Timur mencapai 47,65 persen dari total nasional atau setara 17.362.620 ton. Dengan catatan ini, Jatim kembali mempertahankan predikatnya sebagai provinsi dengan produksi gula dan tebu tertinggi secara nasional.
Sementara Data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) RI tahun 2022 menyebutkan, produksi gula di Jatim mencapai 49,55 persen atau sebanyak 1.192.034 ton dari total produksi gula nasional sebanyak 2.405.907 ton.
Disebutkan pula, tidak hanya tertinggi secara nasional, produksi tebu tahun ini juga mengalami peningkatan dibandingkan 2021 yakni sebesar 14.767.763 ton atau 47,63 persen dari produksi tebu nasional dan menghasilkan gula sebesar 1.087.415 ton.
Daerah dengan produksi tertinggi kedua adalah Lampung dengan prosentase 30 persen atau sebanyak 723.707 ton, kemudian posisi ketiga adalah Jawa Tengah dengan capaian 7 persen atau sebanyak 169.962 ton.
Produksi tebu berdasar wilayah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada tahun 2022, posisi pertama adalah Malang sebanyak 3.102.260 ton, kedua Kabupaten Lumajang dengan hasil gula 2.225.963 ton dan ketiga ialah Kabupaten Jombang sebanyak 1.217.931 ton.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan jika peningkatan produksi ini diharapkan dapat menjadi modal bagi Indonesia mewujudkan swasembada gula, dan Jawa Timur sebagai barometer gula nasional.
Mantan menteri sosial ini juga berpesan, agar para petani tebu memanfaatkan transformasi digital dalam proses pengolahan tebu hingga menjadi gula.
“Dengan menggunakan sistem digital, tentunya kualitas juga akan ikut meningkat karena lebih produktif dan efisien. Sehingga dapat termonitor mulai dari mencari bibit yang baik, lalu proses panen termasuk transparansi kadar redemen gula,” jelas Khofifah saat melakukan Misi Dagang di Palangkaraya, Selasa (13/12/2022).
Ia pun mengingatkan agar para petani terus merawat komunikasi dan koordinasi dengan beberapa instansi yang memiliki pusat penelitian, dalam hal untuk mengasilkan kualitas bibit tebu agar menghasilkan kadar rendemen yang baik. Jika berasal dari bibit yang baik, dan memiliki kualitas baik serta bongkar ratunnya terukur, maka tingkat rendemennya juga akan baik.
“95 persen petani tebu di Jatim adalah petani rakyat. Petani rakyat bisa menjadi pengusaha di bidang bahan baku pergulaan. Untuk itu koordinasi dan sinkronisasi baik dari para petani tebu rakyat, APTRI, pabrik gula maupun PTPN ini harus terkonsolidasi dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Dinas Perkebunan Prov. Jawa Timur mencatat, setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi tebu. Pada tahun 2020 sebanyak 13,8 juta ton dengan rendemen sebanyak 7,15 sementara pada tahun 2021 sebanyak 14,7 juta ton atau dengan rendemen sebanyak 7,35.
Dimana peningkatan produksi gula ini juga dihasilkan dari inovasi yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Jawa Timur, yakni dengan program ‘Timbangan Tebu’ (Integrasi Ketersediaan Bahan Baku dan Manajemen Tebang Angkut Berdasarkan Klaster PG Berbasis Tebu).
“Inovasi ini mensinergikan masing-masing peran dari setiap pemangku kebijakan,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Jawa Timur Heru Suseno.
Inovasi ‘Timbangan Tebu’ tersebut, diimplementasikan dengan kegiatan yang dilakukan berupa pemberian bantuan antara lain Bongkar Ratoon, Rawat Ratoon, Perluasan Areal Tebu dan Kebun Keragaan Pengembangan Warung Tebu.
Disamping itu Dinas Perkebunan Jawa Timur juga melakukan monitoring ke Pabrik Gula, Dinas Perkebunan Prov. Jatim untuk memberikan edukasi kepada petani tebu melalui Pelatihan Budidaya Tebu yang baik dan benar sesuai Good Agricultural Practice (GAP) bekerjasama denhan Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI).
“Dimana program ini juga mendorong terbentuknya pendekatan klasterisasi Pabrik Gula (PG) menjadi 6 klaster antara lain Klaster Madiun, Klaster Mojokerto, Klaster Malang, Klaster Kediri, Klaster Probolinggo, dan Klaster Situbondo,” imbuhnya.
Dengan pendekatan klasterisasi PG, Heru menambahkan, diharapkan lalu lintas pengiriman tebu dapat lebih efektif dan efisien sehingga tidak mengurangi potensi rendemen akibat waktu perjalanan yang terlalu lama dan tebu sesuai dengan kategori Manis, Bersih dan Segar (MBS).
Sebagai informasi, dengan adanya integrasi berbasis klaster, komitmen Pabrik Gula dalam menggiling tebu di wilayah klaster semakin meningkat.
Hal ini menyebabkan produksi tebu di tahun 2020 sebesar 13,8 juta ton meningkat di tahun 2021 menjadi 14,7 juta ton. Rendemen pun
meningkat dari 7,15 persen menjadi 7,35 persen.
“Pada tahun 2022 ini proses produksi masih berlangsung. Berdasarkan prognosa tengah giling tahun 2022, produksi tebu diprediksi akan meningkat menjadi 16,7 juta ton dengan rendemen 7,17 persen. Angka tersebut masih dinamis hingga akhir musim giling,” ujar Heru. (ret/hdl)