Jakarta (pilar.id) – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan dana abadi pesantren guna pengembangan pendidikan Islam. Pasalnya, Undang Undang Pesantren sudah disahkan sejak tahun 2019, dan Presiden Joko Widodo juga telah menandatangani Perpres Nomor 82/2021 soal Dana Abadi Pesantren.
“Hingga saat ini dana abadi pesantren belum dirasakan realisasinya oleh para kyai, ustadz, dan masyarakat pesantren. Kami sekali lagi mendesak upaya menteri agama dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk merealisasikan dana abadi pesantren sebagai program afirmasi, paling lambat untuk tahun anggaran 2023,” kata HNW, di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
HNW menyayangkan, hingga saat ini dana abadi pesantren belum jelas wujudnya secara mandiri dan kongkret. Ia khawatir dana tersebut masih tergabung dengan dana abadi pendidikan. Alhasil tidak ada transparansi alokasi berapa yang disisihkan untuk pesantren dan berapa untuk pendidikan umum.
Padahal, lanjut HNW, sejak tahun 2019 pemerintah telah membuat klasifikasi dana abadi lainnya pada dana abadi di bidang pendidikan, yakni dana abadi penelitian, dana abadi perguruan tinggi, dan dana abadi kebudayaan. Ketiganya kini sudah memiliki akumulasi dana masing-masing sebesar Rp8 triliun, Rp7 triliun, dan Rp3 triliun.
Karena itu, HNW mendesak agar dana abadi pesantren juga harus dipisahkan dari dana abadi pendidikan. Misalnya, dari Rp90 triliun dana abadi pendidikan, pesantren bisa diberikan alokasi anggaran secara proporsional sebesar Rp10 triliun. Dengan imbal hasil Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai pengelola selama ini di kisaran 5 persen, maka terdapat potensi tambahan tahunan Rp500 miliar yang bisa digunakan untuk pengembangan kualitas pendidikan pesantren, santri, dan keagamaan.
HNW mengungkapkan, desakan terkait realisasi dana abadi pesantren untuk dioptimalkan tersebut juga datang dari konstituen baik para kyai, ustadz, dan pengelola pesantren di seluruh Indonesia. Selain soal hak pesantren yang sudah mereka ketahui, juga merupakan bagian dari kekecewaan yang lebih besar terkait timpangnya keberpihakan anggaran pendidikan bagi pendidikan umum dan pendidikan keagamaan, termasuk untuk pesantren.
“Selama ini 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk bidang pendidikan, sebagian besarnya dialokasikan bagi pendidikan umum. Ketika ada alternatif baru melalui UU Pesantren yakni dana abadi pesantren, ternyata keberpihakan dan realisasinya tetap lemah,” kata HNW.
Politikus PKS itu berharap dan akan memastikan bahwa strategi pengelolaan dana abadi pesantren lebih mandiri, inklusif, dan berdampak positif bagi pesantren, serta masuk ke dalam roadmap pendidikan keagamaan. Sehingga ke depan civitas pesantren bisa merasakan manfaat program afirmatif yang masif dan berkelanjutan, sebagai bukti dilaksanakannya UUD-NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5. (akh/din)