Surabaya (pilar.id) – Berlokasi di CDV Marvel City, Fakultas Humaniora dan Industri Kreatif (FHIK) Universitas Kristen Petra (UK Petra) Surabaya menggelar screening tiga film dokumenter sekaligus.
Ketiga film tersebut masing-masing adalah Ahad Ijem, Ludruk, dan Exist. Ketiganya merupakan film dokumenter hasil karya mahasiswa UK Petra.
Hadir pula dalam screening tersebut, salah satu kritikus film, Himawan Prasista. Menurut Himawan Prasista, salah satu dari tiga film tersebut sudah layak diikutkan ke festival film.
Film yang dimaksud oleh Himawan adalah Ahad Ijem. Menurutnya, Ahad Ijem memiliki naskah yang solid dan alur yang sudah tertata.
“Cuma perlu sedikit dipermak. Perlu ditambah narasumbernya saja, agar berimbang serta padat. Serta, disempurnakan lagi terkait transisinya,” ucap Himawan setelah menonton ketiga film dokumenter tersebut, Jumat (13/1/2023).
Ketiga film tersebut dikerjakan oleh tiga tim yang berbeda. Namun, ketiganya sama-sama mengambil tema Perubahan sebagai topik utama dalam film tersebut.
Lebih lanjut, Himawan juga memberikan penilaian untuk dua film lainny yakni, Lundruk dan Exist.
“Untuk pemula hasil film dokumenter mereka, dikatakan sudah baik. Namun perlu banyak perbaikan, jika mau diikutkan ke festival film, baik dari transisi scene, perekaman video, pelengkapan narasumber, serta hal lainnya,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Sentanu, selaku produser dari pembuatan film dokumenter Ahad Ijem mengatakan, jika pihaknya siap untuk mengikutkan hasil karya mereka ke berbagai festival, baik nasional hingga internasional
“Dari screening ini, kita bisa dapat kritikan dari kritikus film, maupun penonton, agar menjadi bahan perbaikan film dokumenter kami, agar lebih baik dan siap diajukan ke festival film, yang pastinya dibantu juga oleh para dosen,” ujarnya.
Selain itu, Sentanu juga menjabarkan, jika film dokumenter Ahad Ijem ini, memiliki durasi film 18 menit, yang mengisahkan mengenai pentingnya masalah pelestarian alam bagi kehidupan manusia.
“Kami melihat air dan alam menjadi sumber utama kehidupan dan salah satu bagian Sustainable Development Goals. Kolaborasi dengan komunitas Resan, kami mencoba menelisik lebih Gunungkidul di Daerah Istimewa Yogyakarta yang kerap diberitakan terdampak kekeringan,” ucap Sentanu.
Dalam prosesnya, tim yang beranggotakan enam mahasiswa, yaitu Sentanu Chandra, Rachel Oktavia, Steven Petradi, Priscilla Christy, Ferry Shandy dan Helena Genoveva tersebut menghabiskan waktu hingga 10 hari di Yogya. Mereka tidak menduga bahwa ternyata perjalanan ke pelosok Gunungkidul sangat sulit, akses jalannya berbatu-batu.
Selain itu, Sentanu menyampaikan, jika ide awal pembuatan film ini saat melihat sebuah pemberitaan di suatu media. Lalu mengenal Komunitas Resan Gunung Kidul, yang menggunakan cara unik dalam usahanya melestarikan alam.
“Mereka mengadakan gerakan penanaman serta upacara adat setelah bibit pohon ditanam. Kami lebih menekankan ada usaha dalam menghargai alam,” pungkas Sentanu.
Sementara itu, Rektor UK Petra, Djwantoro Hardjito mengatakan adanya acara screening film dokumenter ini, ia berharap, ketiga film tersebut tak hanya berhenti di screening, namun dapat diikutsertakan ke berbagai festival
“Agar bisa dinikmati ke kalangan yang lebih luas dan banyak mendapatkan feedback. Serta semoga dari Surabaya, hingga Jawa Timur, semakin banyak film maker yang menghasilkan karya-karya film, animasi, atau dokumenter yang baik,” tutupnya. (jel/fat)