Jakarta (pilar.id) – Indonesia dan Bangladesh adalah dua negara yang memiliki tingkat keterpaparan bencana tinggi. Meski jenis bencana yang dialami oleh kedua negara tersebut berbeda. Sebab, berada di lokasi geografis yang juga berbeda.
Namun, keduanya kini sama-sama merasakan berbagai bahaya dan bencana yang timbul dari perubahan iklim. Kedua negara yang juga saling terhubung melalui kemitraan Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP) ini pada Rabu (20/4/2022) menggelar sebuah diskusi virtual.
Pembahasan utamanya adalah terkait bagaimana kedua negara selama ini melibatkan kaum muda dalam giat-giat penanggulangan bencana.Dalam kegiatan itu, kedua negara berbagi praktik pengambil kebijakan dalam mendukung peran kaum muda demi untuk mewujudkan masyarakat tangguh bencana.
Kedua negara juga memiliki populasi kaum muda yang signifikan untuk dilibatkan dalam upaya kesiapsiagaan dan tanggap bencana.
“Bencana di manapun menyebabkan kehancuran bagi kehidupan dan sumber penghidupan, termasuk kehidupan kaum muda. Namun, penting agar kita melihat kaum muda bukan hanya sebagai korban. Mereka dapat berkontribusi aktif terhadap masyarakat, jika mereka didukung oleh wadah dan pengetahuan yang tepat,” kata Perwakilan WFP untuk Indonesia Christa Raeder.
Menurut Raeder, Indonesia dan Bangladesh akan sangat diuntungkan dengan keterlibatan kaum muda, baik laki-laki dan perempuan, dalam penanggulangan bencana.
“Hal ini sangat relevan karena dalam kondisi darurat bencana, mereka harus merawat laki-laki dan perempuan. Kekuatan dan kelincahan fisik mereka juga dibutuhkan untuk membantu kelompok masyarakat yang paling rentan,” ujarnya.
Menurut Kementerian Sosial, Pemerintah Indonesia telah menggalakkan investasi terhadap kaum muda untuk menjadi salah satu titik pusat dalam upaya penanggulangan risiko bencana berbasis masyarakat.
Pada 2004, Kementerian Sosial RI membentuk Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang telah melatih lebih dari 39.000 kaum muda, baik laki-laki dan perempuan, untuk menjadi relawan tanggap bencana.
Tagana juga memiliki peran penting dan aktif dalam membangun kesadaran terhadap kesiapsiagaan bencana, salah satunya melalui program Tagana Masuk Sekolah.
“Tagana adalah bukti bahwa kaum muda biasa, yang memiliki komitmen dan kemauan luar biasa, dapat membawa perubahan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa,” kata Plt. Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Iyan Kusmadiana.
Menurut Iyan, Kementerian Sosial melalui Tagana menyediakan wadah bagi kaum muda untuk mengambil peran dalam penanggulangan bencana.
“Kami memberikan mereka kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan mereka serta memperluas jaringan agar mereka dapat berkontribusi penuh kepada masyarakat,” ujarnya.
Bangladesh juga memiliki pengalaman yang panjang dalam pelibatan kaum muda di dalam kesiapsiagaan dan tanggapan terhadap bencana, menurut WFP.
Bangladesh pernah dihantam bencana siklon pada 1970 yang merenggut 500.000 nyawa. Namun, pada kejadian bencana siklon baru-baru ini, korban kematian jauh berkurang, kata WFP.
Bangladesh memiliki Program Kesiapsiagaan Siklon yang melibatkan 50.000 relawan muda. Untuk itu, kegiatan pertukaran pengetahuan antara Indonesia dan Bangladesh menawarkan kesempatan bagi kedua negara untuk saling belajar, meniru dan meningkatkan praktik-praktik terbaik dalam melibatkan kaum muda dalam inisiatif penanggulangan bencana. (fat/tra)