Jakarta (pilar.id) – Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah dalam menangani gelombang ketiga pandemi covid-19.
Pertama, pemerintah harus memperbaiki strategi komunikasi risiko. Strategi komunikasi yang dibangun tidak berprinsip pada strategi komunikasi risiko yang benar dan efektif, yakni menyampaikan apa adanya.
“Sisi positif dan negatif dari Omicron ini disampaikan. Betul Omicron ini tidak menyebabkan keparahan ketimbang Delta, tetapi karena vaksinasi. Jadi orang akan berfikir, oh ternyata ini manfaat vaksinasi,” kata Dicky kepada Pilar.id, Jumat (4/2/2022).
Menurut dia, hal-hal seperti itu harus diperbaiki. Bukan hanya untuk hari ini, namun untuk ke depannya, karena ini bukanlah pandemi dan varian virus terakhir. Karena bila tidak dimitigasi dengan baik, cepat, dan efektif, potensi gelombang ketiga yang tadinya bersifat moderat, akan berubah menjadi lebih serius.
Selanjutnya, pemerintah harus memperbaiki masalah data yang selama ini masih belum memadai. Data yang paling kentara ialah data 3T (testing, tracing dan treatment).
“Masalah data disebabkan antara lain karena masalah intervensi dari 3T belum memadai. Karena kalau berbicara kapasitas testing kita belum memadai,” kata dia.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane menegaskan, presiden dan pejabat sebagai pengambil kebijakan jangan hanya sekadar memberikan pernyataan kepada publik sebagai respons kenaikan kasus covid-19.
“Kalau sekedar kasih statement-statement saja tak ada pengaruhnya juga, harus ada tindakan nyata,” tegas Masdalina. (her/hdl)