Jakarta (pilar.id) – Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto mengatakan, isu penundaan pemilu bukanlah isu menarik yang akan bertahan lama di media sosial. Menurut dia, isu artis yang sedang naik daun saja paling lama hanya bertahan beberapa minggu.
“Jika isu penundaan pemilu dan tiga periode presiden yang dapat bertahan lama selama satu tahun, maka bisa disimpulkan isu tersebut ada yang memelihara. Hal itu merupakan hasil riset LP3ES, Drone Emprit dan isu yang bertahan lama tersebut dikelola oleh sepasukan siber medsos,” kata Wijayanto, Selasa (22/3/2022).
Apalagi, kata dia, perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal inkonstitusional dan pengingkaran terhadap aturan main demokratis. Hal itu adalah ciri pertama dari empat kematian demokrasi.
Lalu, kedua, adanya penyangkalan terhadap legitimasi lawan politik. Ketiga, adanya toleransi atau anjuran kekerasan. Keempat, adanya kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan termasuk media massa.
Menurutnya, manipulasi opini publik adalah tren ruang publik digital yang bersamaan dengan kriminalisasi aktivis lewat UU ITE dan tren serangan teros siber kepada para aktivis pro-demokrasi, peretasan akun aktivis dan lain sebagainya.
“Terjadi juga premanisme digital, sebuah penanda lain dari manipulasi opini publik, yang disebut ciri dari otoritarianisme digital,” kata dia.
Oleh sebab itu, harus ada pernyataan tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menolak wacana tiga periode. Jokowi harus menghentikan perdebatan dan menolak wacana tersebut di tengah masih banyaknya pekerjaan rumah bangsa substantive yang belum selesai.
Mulai dari ketimpangan ekonomi, pemulihan ekonomi paska pandemi, kerusakan lingkungan dan isu penting lain. Belajar dari sejarah, demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dan menjadi otoriter setelah gagal dalam era demokrasi parlementer.
Setelah itu, Indonesia seolah masuk dalam black hole, lubang hitam sejarah pada 1965. Setelah sebelumnya juga muncul kehendak menjadikan Sukarno presiden seumur hidup.
Sesudah itu, Indonesia seolah sulit kembali ke demokrasi seutuhnya ketika Presiden Soeharto berkuasa 32 tahun. Paska demokrasi Indonesia memang menjadi seperti era demokrasi parlementer tetapi struktur politik masih sama seperti era Ordr Baru, adanya kekuasaan para elit dan oligarki yang membajak demokrasi.
“Indonesia adalah negara demokrasi, tetapi tidak sepenuhnya demokratis,” pungkasnya. (her/fat)