Jakarta (pilar.id) – Pemerintah Indonesia saat ini memprioritaskan keamanan pada acara Konferesi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Padahal lebih dari itu, ada juga yang harus dipikirkan, yakni sampah plastik yang dihasilkan dari acara tersebut. Pertanyaannya, maukan pelaku usaha untuk ikut membersihkan sampah plastik produk mereka?
Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rofi Alhanif, membenarkan bahwa sampah plastik sekali pakai, termasuk saset, botol dan gelas plastik memang banyak mencemari sungai dan perairan laut di Pulau Dewata.
“Belum lama ini ada penelitian brand audit atas sampah plastik di Bali, sehingga ketahuan mana saja produk perusahaan yang berakhir di alam, baik itu di sungai maupun di laut,” kata Rofi dalam keterangan persnya, Selasa (15/11/2022).
Audit merek ini dilakukan oleh Sungai Watch, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang lingkungan di Bali.
Dalam laporan brand audit atas sampah plastik di Bali pada 2021, Sungai Watch mengungkap 10 besar perusahaan dengan brand ternama yang produk dan kemasannya paling mencemari Bali.
Para pemain besar yang menguasai pasar di dalam dan luar negeri ini adalah, Danone Aqua, Wings Surya, Orang Tua Group, Santos Jaya Abadi, Unilever, Indofood, Mayora Indah, Coca-cola, Garuda Food, dan Siantar Top.
Riset Sungai Watch menunjukkan, dari 227.842 item sampah plastik bermerek yang dikumpulkan dan dianalisis, ada 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang berasal dari perusahaan besar produsen air mineral Danone Aqua. Rinciannya, sampah gelas plastik 14.147 item, dan sampah botol sebanyak 12.352 item.
Danone Aqua adalah perusahaan investor asing yang diketahui sudah lama menguasai pasar air minum dalam kemasan (AMDK) gelas dan botol plastik di Indonesia. Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol air mineral per tahunnya, Danone Aqua menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol (49 persen).
Sungai Watch juga melaporkan, nyaris separuh dari total sampah plastik yang dianalisa adalah sampah kemasan saset sekali pakai dengan brand perusahaan F&B besar. Dari total 67.000 item, lebih 30 persen berupa saset snack, dan persentasenya setara dengan total sampah saset produk kopi dan mie instan.
“Audit merek seperti yang dilakukan Sungai Watch ini bermanfaat untuk mengedukasi produsen agar lebih bertanggungjawab, terutama untuk menarik kembali produk dan kemasan plastik yang mereka produksi dan terbuang di lingkungan terbuka sebagai sampah,” kata Rofi.
Dominannya sampah produk market leader, bukan hanya menyampah di Bali, tapi juga di banyak tempat lain di Indonesia.
Temuan sebuah gerakan global #beakfreefromplastic (BFFP) di Indonesia juga menunjukkan bagaimana sampah plastik market leader bertahan di posisi puncak selama bertahun-tahun.
Dalam laporan #TheBrandAudit2021 yang mengungkap 10 Perusahaan Penyampah Plastik Terbesar di dunia, nama Danone yang menjadi investor asing Aqua kembali disorot
Laporan ini merupakan hasil kolaborasi para anggota BFFP, para pendukung dan 11.184 relawan yang melakukan 440 brand audit di 45 negara. Mereka berhasil mengumpulkan 330.493 limbah sampah plastik, 58 persen di antaranya dikenal sebagai brand barang consumer yang dikenal luas.
Dalam laporan terbaru yang dirilis di website mereka, hingga 2022, Danone Aqua kembali menempati posisi langganan penyampah terbesar tiap tahun di posisi paling puncak di Indonesia. (her/hdl)