Jakarta (pilar.id) – Keputusan pemerintah yang membuka kembali pintu masuk bagi 14 negara berujung pemangkasan masa karantina pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane menegaskan, dirinya tidak setuju dengan dikuranginya masa karantina warga negara asing (WNA) dan warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri tersebut.
“Dikuranginya masa karantina menjadi 7 hari dari semula 14 hari akan menciptakan semakin banyak transmisi lokal,” kata Masdalina kepada Pilar.id, Sabtu (15/1/2022).
Menurut dia, dikuranginya masa karantina kemungkinan besar akan membuat transmisi komunitas atau transmisi lokal semakin banyak dan sulit dicontainment.
“Kecuali memang pemerintah niatnya untuk menciptakan gelombang ketiga sesuai prediksi, supaya sekali-kali prediksi terlihat berhasil lah, masa tidak tepat melulu sejak awal prediksinya,” tegas Masdalina.
Persoalannya yaitu, pintu masuk Indonesia sangat rentan, diskresi, banyak pungutan liar, dan joki, termasuk kekacauan sistem karantina. Dia menegaskan, seharusnya pemerintah memperbaiki hal ini.
Sebelumnya, Kebijakan untuk membuka pintu perjalanan luar negeri diambil berdasarkan hasil keputusan bersama dalam rapat terbatas pada 10 Januari 2022 dan tertuang dalam Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 02/2022 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri pada Masa Pandemi Covid-19.
Keputusan menghapus daftar negara asal WNA yang tidak boleh memasuki Indonesia, kata Wiku, juga dibarengi dengan penetapan kriteria WNA yang masih tetap sama ketatnya sebagaimana yang telah diatur dalam surat edaran satgas sebelumnya.
“Atas penghapusan daftar negara tersebut, pemerintah menyamakan durasi karantina bagi seluruh pelaku perjalanan, menjadi 7×24 jam,” kata Wiku.
Kebijakan itu tertuang dalam SK Kepala Satgas Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina dan Kewajiban RTPCR Bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Luar Negeri yang berlaku per 12 Januari 2022. (her)