Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menanggapi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dukun terhadap puluhan perempuan di Kroya, Cilacap, Jawa Tengah. Kemen PPPA mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memilih pengobatan tradisional.
Ratna Susianawati, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, menyatakan keprihatinan terhadap kasus kekerasan seksual ini. Ia menekankan bahwa kelompok perempuan dan anak rentan menjadi korban penipuan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dukun atau “orang pintar” di masyarakat.
“Kami sangat prihatin atas kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh para korban dukun di Cilacap. Harapan para korban untuk mendapatkan pengobatan dan kesembuhan atas penyakit yang diderita, ternyata justru memunculkan penderitaan lainnya,” ujar Ratna.
Menurut Ratna, kasus ini banyak terjadi karena adanya relasi kuasa dari pelaku yang memanfaatkan kondisi korban yang sedang sakit dan tidak berdaya. Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pengobatan tradisional yang beredar di masyarakat.
Ratna mengakui bahwa masih banyak masyarakat yang mempercayai keberadaan dukun atas berbagai pertimbangan. Namun, ia mengingatkan agar keluarga yang mendampingi proses pengobatan juga berhati-hati dan kritis terhadap penipuan berkedok pengobatan.
“Jangan mudah percaya dengan pihak-pihak tak bertanggungjawab yang menjanjikan bisa menyembuhkan. Pendamping, dalam hal ini orangtua, suami, atau keluarga lain yang mendampingi proses pengobatan, juga harus berhati-hati dan berani menolak bila menemukan kejanggalan,” tegas Ratna.
Ratna menyampaikan apresiasi terhadap jajaran kepolisian yang telah berhasil menangkap pelaku dan mendukung proses hukum agar upaya perlindungan dan penegakan hukum bagi perempuan korban kekerasan dapat ditegakkan.
“Kami berterima kasih kepada jajaran kepolisian di Polsek Kroya dan Mapolresta Cilacap yang segera bertindak cepat menangkap pelaku setelah menerima laporan dari salah satu korban. Kami mendukung pihak aparat penegak hukum dapat segera mengusut tuntas kasus tersebut dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,” ujar Ratna.
Pelaku dapat dikenakan ancaman pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam pasal 6c disebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbuatan yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000.
Ratna juga mengajak masyarakat untuk berani melapor apabila mengetahui kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08-111-129-129. (ret/ted)