Jakarta (pilar.id) – Sejak kasus pertama penyakit mulut dan kuku (PMK) ditemukan di Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) serius serta gerak cepat melakukan berbagai upaya penanganan dan pengendalian wabah PMK, salah satunya dengan mengadakan vaksinasi PMK.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengklaim, pemerintah telah mempersiapkan pengadaan 3 juta dosis vaksin PMK darurat. Pengadaan tahap pertama vaksin darurat sebanyak 800 ribu dosis dan tahap selanjutnya 2,2 juta dosis.
“Sebagian vaksin tahap pertama telah tiba pekan lalu sebanyak 10.000 dosis dan telah dilakukan vaksinasi perdana pada 14 Juni 2022 di dua peternakan sapi rakyat yang berlokasi di Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa-Timur,“ ungkap Kuntoro, Jumat (17/6/2022).
Sementara pengiriman vaksin berikutnya dari tahap pertama dengan total 800 ribu dosis dijadwalkan tiba kembali ke Indonesia pada Kamis (16/6/2022) kemarin melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Mengingat jumlah vaksin darurat masih sangat terbatas, Kuntoro menegaskan bahwa vaksinasi akan diprioritaskan untuk hewan sehat yang berada di zona merah dan kuning, wilayah sumber bibit dan sentra peternakan sapi perah.
Untuk menghambat penyebaran virus PMK pemerintah menghimbau agar peternak tetap menjaga biosekuriti kandang ternak masing-masing, mengurangi lalu lintas ternak di zona merah, dan mengikuti arahan kesehatan hewan yang disampaikan petugas di lapangan.
Percepatan vaksinasi masal juga tengah dilakukan Kementan melalui Training of Trainers (ToT) untuk melatih dan mempersiapkan tenaga kesehatan hewan (medik veteriner dan paramedik) agar mereka mampu melatih dan mengajarkan kepada para tenaga kesehatan lainnya di daerah masing-masing.
“ToT tersebut dihadiri pakar ahli dari produsen vaksin yang digunakan di Indonesia untuk memberikan informasi tentang vaksin tersebut, serta bagaimana manajemen rantai dingin dan mengaplikasikannya ke ternak,” jelas Kuntoro.
Selain itu, tenaga kesehatan (nakes) hewan juga diberi pemahaman mekanisme pendataan ternak, yang sekaligus digunakan untuk penandaan ternak pasca vaksinasi.
Tidak kalah pentingnya, menurut Kuntoro, kegiatan ToT tersebut dilakukan untuk memberikan pembekalan kepada petugas vaksinator dan peternak tentang pentingnya penerapan biosekuriti sederhana pada saat vaksinasi agar terhindar dari kemungkinan petugas sebagai pemicu penyebaran penyakit yang lebih luas.
“Upaya ini sebagai usaha pemerintah menigkatkan kemampuan petugas vaksinasi di lapangan,“ ujarnya.
Sementara itu terkait anggapan bahwa pemerintah kurang responsif dan abai terhadap kajian dari epidemiolog, sehingga menyebabkan kasus PMK menyebar luas, Kuntoro menyampaikan bahwa hal tersebut tidak benar. Jajaran Kementan bersama Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan secara cepat melakukan penelusuran sejak kasus ini pertama ditemukan.
“Dalam hitungan hari Kementan berhasil menemukan serotipe dan strain virus PMK yang ada, sehingga produksi dan pengadaan vaksin pun dapat segera dilakukan sesuai kebutuhan,“ ungkapnya.
Menurut dia, upaya penaganan dan pengobatan dilapangan juga sudah dilakukan pada ternak bergejala ringan hingga berat, namun mengingat penularan virus yang bersifat airborne dan dapat menular cepat hingga radius 10 kilometer maka penyebaran PMK sangat tinggi.
“Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan pemotongan bersyarat terhadap ternak yang tertular, untuk mengurangi resiko penyebaran di beberpa lokasi,” katanya.
Ia menambahkan, kondisi yang terjadi saat ini juga bertepatan dengan kesiapan jelang hari raya Iduladha, sehingga frekuensi lalu lintas ternak di daerah sentra lebih tinggi dari biasanya, hal ini mempercepat penularan virus PMK. Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya pengetatan dan kontrol terhadap pergerakan ternak di sentra-sentra ternak.
“Pemerintah menerapkan check point, karantina hewan dan tol laut untuk menghindari penyebaran PMK dari daerah wabah ke zona hijau, dan untuk mempertahankan pulau atau wilayah yang masih bebas PMK tetap terjaga dan terbebas dari PMK,” tutupnya. (Her/din)