Yogyakarta (pilar.id) – Yogyakarta selama ini dikenal sebagai salah satu kota pelajar, kota kebudayaan, serta kota pariwisata. Namun, di balik semua itu, ada sisi gelap Kota Yogyakarta yang belakangan semakin menghawatirkan.
Yakni, klitih. Mulanya, klitih identik dengan kegiatan antar geng yang saling mencari anggota geng lawan dari sekolah lain. Pelaku dan korbannya sesama pelajar.
Ketika dalam sebuah operasi klitih, anggota geng ini menemukan korban, pelaku biasanya melakukan bulliying. Mulai dari menjarah seragam para korban atau memukul korban dengan pertarungan tangan kosong.
Namun belakangan, terjadi pergeseran fenomena klitih. Pelakunya memang masih identik dan kebanyakan pelajar. Namun, korban yang mereka incar kini serampangan. Siapa saja yang lewat di daerah operasi mereka, bisa kena gasak.
Mereka tidak lagi meyasar anggota geng musuh dari sekolah lawan. Tetapi, masyarakat umum. Selain itu, kegiatan klitih ini sekarang juga hampir selalu dilakukan menggunakan senjata. Mulai dari gir motor, parang, atau sabit.
Bahkan, Minggu (2/4/2022) beberapa hari lalu, aksi klitih yang terjadi di Jalan Gedongkunig, Kotagede, telah mengakibatkan korban meninggal. Adalah Daffa Adzin Albazith , 17 tahun yang menjadi korban dari aksi klitih.
Aksi klitih yang semakin meresahkan warga ini, mendapat kecaman keras dari berbagai lini masyarakat. Termasuk dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Mereka pun kini menyiapkan pendampingan psikososial untuk para korban, atau mereka yang pernah melihat dan pelaku klitih.
“Kita perlu mengecam perbuatan klitih yang mayoritas dilakukan oleh pelajar, dan meminta seluruh elemen mulai dari teman sebaya, keluarga, organisasi masyarakat, tenaga pendidik, dan pihak yang berwajib untuk secara kolektif menangani klitih secara serius,” ujar Ketua IPM Yogyakarta Racha Julian Chairurrizal dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Lebih lanjut, Racha Julian juga meminta agar pemerintah setempat bersedia untuk menagani kasus ini dengan lebih serius. Sebab, klitih bukan lagi sekadar kenakalan remaja dan perselisihan antar geng sekolah.
Namun, sudah masuk ranah kriminal. Sehingga, diperlukan sinergi dan partisipasi dari semua pihak agar klitih tidak lagi menimbulkan korban yang lebih banyak lagi. Menurutnya, strategi taktis perlu dimasifkan untuk menurunkan angka kejahatan jalanan di Yogyakarta.
“Dengan kedaruratan yang sedemikian rupa, saya pikir, Pemerintah DIY untuk secara tegas menangani kasus ini dengan strategi aksi yang tidak bertele-tele dan membuat jera,” katanya.
Sementara itu, Ketua Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah DIY Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Muhammad Yasir Abdad mengatakan IPM tengah menyiapkan skema psikososial bagi mereka yang melihat langsung kejadian perkara seperti pembacokan dan penganiayaan lain yang menyebabkan trauma.
“Tentu dalam hal ini kami juga akan melakukan audiensi dengan KPAI dan Aisyiyah untuk menyiapkan tim khusus yang kompeten dalam proses pendampingan trauma,” katanya.
Menurutnya, fenomena klitih yang menjadi citra buruk bagi Yogyakarta, mengharuskan semua pihak untuk turut andil dalam menekan angka kejahatan jalanan yang dilakukan oleh remaja tersebut.
Ia memandang kemampuan melihat inti pokok permasalahan sosial dan menyiapkan langkah strategis yang menyentuh langsung para pelajar perlu diperbanyak agar pelajar di DIY semakin sadar bahwa kebutuhan rasa aman masyarakat merupakan tanggung jawab bersama.
“Selain itu, strategi jangka panjang yang juga kami siapkan adalah membentuk satuan tugas yang memberikan pendidikan sosial berbasis penyaluran kemampuan bagi pelajar di DIY agar dapat memanfaatkan waktu luang dengan hal yang positif,” ucapnya. (fat)