Jakarta (pilar.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto (DTY), sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengurusan perkara pidana di tingkat kasasi dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman di Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengumumkan penahanan tersebut dalam sebuah video di kanal YouTube KPK pada Rabu (7/6/2023).
Selama proses penyidikan, Tim Penyidik KPK telah menahan DTY selama 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK, Kavling C1, mulai tanggal 6 hingga 25 Juni 2023.
Ghufron juga menjelaskan bahwa KPK menetapkan DTY sebagai tersangka kasus pengurusan perkara di MA bersama dengan Sekretaris Mahkamah Agung, Hasbi Hasan (HH). Kasus ini berkaitan dengan perkembangan kasus korupsi yang melibatkan Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) sebagai terdakwa di pengadilan.
“Berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan dua tersangka, yaitu HH dan DTY, setelah mencermati proses penyidikan, penuntutan, dan fakta-fakta hukum di persidangan dengan terdakwa Gazalba Saleh (GS),” ungkap Ghufron.
Kasus ini berawal ketika HH dilantik sebagai Sekretaris Mahkamah Agung pada 20 Desember 2020. HT (Heryanto Tanaka/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID) beberapa kali menghubungi DTY melalui telepon terkait pengurusan perkara yang sedang diurus oleh pengacara YP (Theodorus Yosep Parera).
Ghufron melanjutkan, HT meminta bantuan DTY dalam mengurus perkara kasasi di Mahkamah Agung yang melibatkan Budiman Gandi Suparman agar dihukum bersalah. Selain itu, HT juga ingin memastikan apakah pengacara YP sedang mengurus dan mengawal perkara Peninjauan Kembali (PK) yang sedang diproses di Mahkamah Agung terkait kasus perselisihan KSP ID.
“DTY menyatakan siap membantu dan mengawasi pekerjaan YP dalam mengurus kedua perkara tersebut di Mahkamah Agung, dan sebagai imbalannya, DTY meminta fee kepada HT berupa suntikan dana,” jelas Ghufron.
Pada sekitar Maret 2022, YP berkoordinasi dengan DTY dan menginformasikannya melalui tangkapan layar mengenai komposisi Majelis Hakim di MA yang menangani perkara yang sedang diurusnya.
Selanjutnya, HT mengajak DTY ke kantor YP di Rumah Pancasila, Semarang Indah D16/5, Kota Semarang. Ketiganya bertemu di tempat tersebut.
Saat bertemu di kantor YP, DTY menghubungi HH melalui aplikasi WhatsApp dan menyampaikan, “Ini pak, ada yang mau minta tolong. Ini ada rekan saya orang Semarang sedang mengurus kasus di Mahkamah Agung.”
Untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung, baik kasasi maupun PK, HT memberikan uang kepada DTY sebanyak tujuh kali transfer dengan total sekitar Rp11,2 miliar. Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh DTY kepada HH sekitar bulan Maret 2022.
Pada tanggal 5 April 2022, DTY menginformasikan kepada YP mengenai putusan kasasi pidana dengan kalimat, “Udh aman 5 thn bang,” yang berarti putusan perkara Nomor 326 K/Pid/2022 atas nama terdakwa Budiman Gandi Suparman menyatakan terdakwa bersalah dengan vonis penjara selama 5 tahun.
“DTY dan HH melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana,” tegas Ghufron. (usm/hdl)