Jakarta (pilar.id) – Gubernur Jawa Timur, Soekarwo yang menjabat sejak periode 2009 sampai 2019 mendapat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (8/11/2022).
Soekarwo dipanggil oleh KPK sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jatim periode 2014-2018.
Dalam kasus tersebut, Soekarwo akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Setiawan (BS) yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jatim 2014-2016 dan Kepala Bappeda Provinsi Jatim 2017-2018 Budi Setiawan (BS).
Namun, hingga Selasa (8/11/2022) siang, menurut keterangan dari Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Soekarwo masih belum menghadiri panggilan pemeriksaan tersebut.
Di sisi lain, tak hanya memanggil Soekarwo, KPK juga memanggil mantan Sekertaris Daerah (Sekda) Pemprov Jatim, Ahmad Sukardi.
“Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka BS dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Ali Fikri.
BS ditetapkan sebagai tersangka sebagai bagian dari kari rangkaian kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Tulungagung, Syahril Mulyo dan kawan-kawannya serta perkara Direktur PT Kediri Putra Tigor Perkasa. BS dijadikan tersangka hasil dari fakta hukum yang didapat dari penyelidikan tersebut.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS yang saat itu menjabat Kepala BPKAD Provinsi Jatim sepakat akan memberikan bantuan keuangan Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian “fee” antara 7 persen-8 persen dari total anggaran yang diberikan.
Selanjutnya pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp79,1 miliar.
Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan “fee” kepada tersangka BS sebesar Rp3,5 miliar.
Kemudian pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS.
Pada tahun 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jatim sehingga Sustrisno juga menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp29,2 miliar.
KPK menduga sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung maka pada 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan “fee” sebesar Rp6,75 miliar kepada tersangka BS.
Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (fat)