Lombok Utara (pilar.id) – Bagi warga Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, sejarah Masjid Kuno Bayan Beleq sudah tak butuh perdebatan panjang. Karena keberadaan masjid ini cukup memberi jawaban atas kebutuhan rumah ibadah, sebagai tempat berdoa dan berinteraksi dengan Sang Pencipta, terlebih di bulan suci Ramadhan.
Yang jelas, sumber di Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat mengatakan, masjid kuno ini melengkapi daftar masjid di Lombok, kawasan berjuluk Pulau 1000 Masjid.
Meruntut sejarah masjid ini membuat kita mesti berkenalan dengan peradaban Islam ratusan tahun silam. Karena dari sejumlah informasi yang diperoleh pilar.id, sejarah Masjid Kuno Bayan Beleq muncul dalam beberapa versi.
Ada yang mengatakan, masjid ini dibangun oleh Sunan Pengging, pengikut Sunan Kalijaga pada abad ke-15. Versi kedua menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Syeh Gaus Abdul Razak, salah seorang penyebar Islam di Bayan, pada abad ke-16.
Sementara versi ketiga mengatakan bahwa Masjid Kuno Bayan Beleq adalah salah satu situs bersejarah yang menjadi saksi masuknya Islam di Pulau Lombok dan berdiri pada abad ke-17. Tiga versi sejarah ini kemudian bersimpul di satu pandangan, bahwa inilah masjid pertama yang ada di pulau ini.
Berdiri di dekat masjid ini membawa imaji kita melayang di masa lalu. Saat sebuah bangunan berdiri dengan elemen alam yang sederhana, tapi kokoh meski melewati berbagai pergantian masa.
Masjid ini juga memiliki ciri yang sama. Memiliki arsitektur sederhana, unik, dilengkapi dengan dinding anyaman bambu, atap jerami, dan pondasi batu alam.
Di sekitar masjid, kita juga menemui beberapa makam para penyebar Islam di Lombok, seperti Gaus Abdul Rozak dan Titi Mas Penghulu.
Seperti masjid kebanyakan, Masjid Kuno Bayan Beleq juga berdiri menjadi sentra peradaban masyarakat yang terus tumbuh dan berkembang. Di sekitar masjid ini, masyarakat Bayan, salah satu suku asli Lombok, hidup dalam tradisi Wetu Telu, sebuah aliran Islam yang menggabungkan unsur-unsur tradisi lokal dan Hindu.
Mereka menjalankan ibadah lima waktu secara berjamaah di masjid-masjid lain, tetapi hanya menggunakan Masjid Kuno Bayan Beleq untuk acara-acara besar seperti Idulfitri, Iduladha, Maulid Nabi, dan Tahun Baru Islam.
Mereka juga memiliki adat istiadat yang khas, seperti mengenakan pakaian tradisional Sasak saat menghadiri upacara-upacara di masjid ini.
Secara sosial, masyarakat Bayan hidup secara harmonis dan saling tolong menolong. Mereka memiliki sistem kekerabatan yang kuat dan menghormati para sesepuh dan tokoh agama.
Secara budaya, masyarakat Bayan melestarikan seni dan kesenian tradisional mereka, seperti tari-tarian, musik bambu, dan tenun ikat. Lalu secara ekonomi, masyarakat Bayan bermata pencaharian sebagai petani, peternak, pedagang, dan pengrajin.
Mereka menanam padi, jagung, kacang-kacangan, sayur-sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah. Mereka juga memelihara sapi, kerbau, kambing, ayam, dan bebek. Mereka menjual hasil bumi dan ternak mereka di pasar-pasar lokal atau ke kota-kota lain. Mereka juga membuat kerajinan tangan dari bambu, rotan, kayu, kulit, dan tenun ikat.
Masyarakat Bayan memiliki gaya hidup yang sederhana dan bersahaja. Mereka tidak terlalu mementingkan kemewahan dan kesenangan duniawi.
Mereka lebih mengutamakan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT daripada terjembak dalam gaya hidup modern yang cenderung konsumtif dan boros.
Sehari-hari, mereka terbiasa hidup menjaga kelestarian lingkungan dan warisan budaya mereka. Mereka bangga menjadi bagian dari masyarakat Bayan yang memiliki sejarah panjang dan peran penting dalam perkembangan Islam di Lombok.
Dengan kondisi seperti ini, pemerintah dan masyarakat setempat seolah bersinergi menjaga Masjid Kuno Bayan Beleq.
Pemerintah menjaga karena sejak beberapa tahun lalu masjid ini tercatat sebagai situs cagar budaya yang dilindungi. Sementara warga setempat memposisikan masjid ini sebagai tempat ibadah yang sakral dan bersejarah. Dua kelompok ini sama-sama menghormati dan menjaga keaslian masjid ini.
Mereka juga bersepakat, masjid ini adalah saksi sejarah perkembangan Islam di Nusa Tenggara Barat, khususnya di Bayan.
Dengan gambaran ini, tak heran jika banyak yang menyebut Masjid Kuno Bayan Beleq sebagai simbol toleransi dan kerukunan antara umat beragama di Lombok, karena terletak di dekat pura Hindu dan gereja Kristen.
Selama Ramadhan, masjid ini diwarnai tradisi ngabuburit atau menunggu waktu berbuka puasa dengan melakukan aktivitas bersama-sama di halaman masjid. Aktivitas tersebut antara lain adalah membaca Al-Quran, berdzikir, bercerita tentang sejarah Islam, bermain musik tradisional Sasak, dan lain-lain. (hdl)