Ponorogo (pilar.id) – Di balik kemarau panjang masih tersimpan harapan. Setidaknya ini yang dirasa para petani tembakau di Ponorogo. Musim kemarau saat ini menjadi waktu yang paling baik untuk menanam tembakau, yang memiliki nama ilmiah Nicotiana tabacum.
Apalagi harga tembakau saat ini mencapai puncaknya di pasar, dengan mencapai angka yang tertinggi sejak lama. Seperti diakui salah satu anggota Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) di Ponorogo, Tarekat, harga tembakau kini mencapai Rp 40 ribu per kilogram.
“Padahal pada musim panen tahun lalu, harga masih berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per kilogram,” katanya.
Tarekat juga mengamati bahwa tiap tahunnya, harga tembakau terus naik meskipun pasokannya berlimpah di pasaran. Saat ini, panen tembakau sedang berlangsung di Ponorogo, dan bahkan Bupati Sugiri Sancoko turut serta dalam panen raya tersebut di Desa Bedi Wetan, Kecamatan Bungkal. Jumlah petani yang menanam tembakau terus bertambah, dan hasil panen pun meningkat seiring dengan hal tersebut.
Menurut Tarekat, setiap petak sawah dapat menghasilkan 4 kuintal daun tembakau berkualitas. Selain itu, cuaca yang mendukung, Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui Dinas Pertanian, Pertahanan Pangan, dan Perikanan (Dipertahankan) memberikan dukungan penuh dengan menyediakan bantuan alat mesin pertanian seperti cultivator, hand tractor, irigasi air tanah dalam, dan mesin perajang setiap tahun.
“Bantuan ini tidak hanya meningkatkan produksi tembakau tetapi juga memudahkan proses pengolahan lahan,” kata Tarekat.
Tarekat juga mencatat bahwa petani cenderung lebih memilih menanam varietas tembakau Virginia karena permintaan yang tinggi dari perusahaan tertentu.
Selain itu, alokasi anggaran dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Ponorogo akan kembali diberikan kepada petani tembakau.
APTI bahkan telah mengusulkan pembangunan tempat penyimpanan mirip gudang untuk menyimpan hasil panen tembakau. Tarekat menyimpulkan, “Bantuan dari DBHCHT seharusnya kembali kepada petani yang selama ini mengolah lahan tembakau.”
Ekspansi Lahan Tembakau
Para petani di Ponorogo menunjukkan minat yang tinggi dalam menanam tembakau. Luas lahan perkebunan tembakau pada tahun 2022 lalu mencapai sekitar 1.100 hektare, dan saat ini telah meningkat menjadi 1.557 hektare.
“Dari luas lahan tersebut, produksi tembakau mencapai 15.284 ton daun basah,” ungkap Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Bupati Sugiri dengan antusias mengikuti panen raya tembakau di Desa Bedi Wetan, Kecamatan Bungkal, dan menyatakan kegembiraannya atas hasil panen yang melimpah.
Diakui, tembakau telah menjadi salah satu komoditas pertanian unggulan di beberapa kecamatan di Ponorogo, termasuk Bungkal, Balong, Jambon, Sampung, Badegan, dan Kauman.
Sugiri Sancoko menekankan pentingnya memberikan perhatian lebih kepada petani tembakau karena penerimaan dari cukai tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan utama di APBN.
Ponorogo menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp 34 miliar. Dari jumlah tersebut, 40 persennya akan dikembalikan kepada petani tembakau dalam bentuk alat mesin pertanian (alsintan), kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, serta bantuan langsung tunai (BLT).
Bupati Sugiri Sancoko menekankan dampak positifnya terhadap pertumbuhan ekonomi, dengan menyatakan, “Mulai dari petani, pedagang, hingga karyawan di pabrik pengolahan tembakau, semuanya merasakan manfaat dari peningkatan ini.”
Pada akhir tahun 2022, Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah menyalurkan bantuan berupa 162 alsintan, termasuk cultivator, hand tractor, irigasi air tanah dalam, dan mesin perajang, kepada anggota APTI.
Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi tembakau, sekaligus memastikan bahwa cukai hasil tembakau kembali kepada petani yang berjuang dalam mengolah komoditas ini. (usm/ted)