Yogyakarta (pilar.id) – Upacara Adat Saparan Bekakak Ambarketawang kembali digelar di Gunung Gamping, Sleman, DIY pada Jumat (9/9/2022) pukul 14.00 WIB. Meski diguyur hujan, ribuan warga tampak antusias memadati sepanjang jalan rute kirab untuk menyaksikan dan berebut gemah ripah dari potongan boneka perwujudan suami isti Ki Wirosuto, abdi dalem Sultan HB I.
Saparan bekakak merupakan tradisi yang dilakukan sekali dalam satu tahun setiap bulan sapar (kalender jawa). Bekakak berarti pengorbanan, dengan korban penyembelihan hewan atau manusia.
Penyembelihan ini menggambarkan wujud pengorbanan Ki Wirosuto yang rela wafat dalam melaksanakan tugas dari raja, dengan esensi pada masa sekarang berkorban untuk kehidupan bersama. Bekakak pada saparan ini hanya tiruan manusia yang berwujud boneka pengantin dengan posisi duduk bersila yang terbuat dari tepung ketan.
Panitia penyelenggara saparan bekakak, Seto mengatakan tujuan kegiatan ini untuk menghormati arwah Kiai dan Nyai Wirosuto sekeluarga. Kiai Wirosuto adalah abdi dalem penangsong (hamba yang memayungi) Sri Sultan Hamengku Buwana (HB) I, pembawa payung kebesaran Sri Sultan HB I.
Saat Perjanjian Giyanti, terjadi pembagian wilayah Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Setelah itu, prosesi pemindahan Keraton dan Sri Sultan HB I pindah ke Keraton baru, tetapi Ki Wirosuto dengan penuh kesetiaan menetap di Pasanggrahan, Ambarketawang.
“Acara ini sudah dari dulu. Setelah Sri Sultan HB I pindah ke Keraton, karena Ki Wirosuto ini tinggalnya dekat Gunung Gamping. Suatu hari Ki Wirosuto tertimpa reruntuhan Gunung Gamping, oleh masyarakat sini dicari tidak ada, hilang. Setelah itu Sri Sultan HB I memberi perintah pada masyarakat Ambarketawang untuk memperingati jasa-jasa beliau, dibuatkan upacara adat bekakak.
Dulunya cuma sederhana, ada bekakak, sepasang genderuwo, dan sholawatan. Dilakukan hari jumat, antara jumat pon atau jumat legi pada bulan sapar dengan diarak mengelilingi Gunung Gamping.” terang Seto, Jumat (9/9/2022).
Pelaksanaan upacara saparan bekakak terbagi menjadi beberapa tahap, diantaranya tahap midodareni bekakak yang dilakukan sehari sebelum upacara adat, tahap kirab pengantin bekakak dengan rute memutari wilayah Ambarketawang, tahap penyembelihan penganting bekakak di Gunung Gamping dan Gunung Kiling, serta tahapan sugengan Ageng atau pembagian sesaji pada penonton.
Seto menambahkan, terdapat 21 kontingen dengan masing-masing satu kontingen berisi 30 peserta. Diantaranya, Bregada Ambarketawang, Bregada Mangkubumi, Genderuwo dan ogoh-ogoh, Gunungan Gemah Ripah, Jathilan, Ogoh-ogoh Iwantoro, dan kirab barisan. Pada gelaran tahun ini, panitia membatasi partisipan berasal dari wilayah Ambarketawang, Sleman. (riz/din)