Jakarta (pilar.id) – Masalah pertanahan menjadi isu aktual dari masa ke masa. Hingga kini masalah tersebut masih terus muncul baik dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga tingkat pusat. Persoalan agrarian ini dianggap cukup mendominasi hingga diperlukan solusi untuk segera dipetakan kedepan.
Menko Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, masalah pertanahan yang masih berada dalam ruang lingkup internal pemerintah sangat terbuka ruang untuk didiskusikan.
“Namun terkait dengan kasus pertanahan yang melibatkan mafia tanah, seperti penyerobotan tanah masyarakat tanpa hak atau bahkan menyebabkan hilangnya aset tanah negara, merupakan pekerjaan yang cukup berat dan perlu mendapatkan perhatian bersama secara serius kedepan,” kata Mahfud dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengakui masalah tanah meliputi masalah hukum yang rumit, untuk itu pemerintah telah membentuk tim dari unsur lintas kementerian/lembaga guna menangani kasus hukum terkait pertanahan, termasuk penilaian, dan penyelesaian kasus tanah di Indonesia
Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Maria Sumardjono, menyampaikan terdapat sejumlah akar masalah dari pertanahan, salah satunya adalah masih adanya ketimpangan dalam pemilikan dan pengasaan tanah.
“Akar masalah yang masih harus diupayakan adalah ketimpangan di dalam pemilikan penguasaan tanah, dan itu harus terus diupayakan, jadi melihat tanah luas luas, tidak dimanfaat, dia sulit mendapat sejengkal tanah dan tidak ada pengamanan fisik, lalu di duduki, dan akhirnya berlanjut dari satu keluarga ke keluarga, dilema itu. Selain itu juga terdapat masalah konflik kepentingan, dan adanya konflik data,” kata Maria.
Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan mengatakan, permasalahan tanah juga diakui, karena masih belum lengkapnya data asset negara yang dimiliki oleh pemerintah.
“Memang benar barang milik negara yang belum tercatat dan belum di sertitifikatkan, makanya kami melakukan pencatatan, penilaian, kemudian sertifikasi, ternyata masih banyak pekerjaan, dan pekerjaan ini belum selesai,” jelas Encep.
Untuk diketahui, terkait dengan masalah agaria, hingga Oktober 2022 Kemenko Polhukam telah menerima 1.575 laporan pengaduan dari masyarakat dan instansi pemerintah dengan permasalahan yang mendominasi yaitu terkait dengan masalah tanah asset negara yang dikelola Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN/D. (her/hdl)