Jakarta (pilar.id) – Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 didukung serikat buruh.
Sejumlah Serikat buruh bakal mengawal keputusan Anies tersebut. Salah satu yang memberikan dukungan adalah Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia).
Presiden ASPEK Mirah Sumirat memuji dan mengapresiasi keputusan Anies yang telah berani merevisi dan menaikkan UMP DKI Jakarta tahun 2022 sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854.
Revisi kenaikan UMP DKI 2022, dari sebelumnya hanya sebesar Rp37.749 (0,85 persen) yang berdasarkan formula yang diatur dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 menjadi 5,1 persen, atau naik sebesar Rp 225.667 dari UMP tahun 2021, tentunya akan sangat didukung oleh seluruh pekerja.
“Tidak saja di Jakarta namun juga di seluruh Indonesia,” kata Mirah dalam keterangan persnya, Minggu (19/12/2021).
Mirah mengatakan, keputusan Anies ini perlu segera dicontoh oleh gubernur lain di Indonesia. Gubernur provinsi lain jangan gengsi untuk mengikuti keputusan cerdas dan berani dari Anies Baswedan.
Kata dia, Keputusan revisi UMP ini merupakan wujud kongkrit dalam hal keberpihakan kepala daerah kepada rakyat pada umumnya, yang saat ini hidupnya semakin sulit. Menurut dia, pekerja di DKI Jakarta tidak akan bisa hidup lebih baik jika kenaikan UMP tahun 2022 hanya sebesar Rp37.749 (0,85 persen).
“Padahal harga kebutuhan pokok terus naik. Jika Rp37.749 dibagi 30 hari, maka per hari hanya sebesar Rp1.258. Bahkan tidak dapat untuk membeli seikat bayam, yang harga seikatnya sudah mencapai Rp4.000,” tegas Mirah.
Mirah memperkirakan, adanya kelompok pengusaha dan penguasa pendukung rezim upah murah yang akan menentang keputusan Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2022.
Mirah juga menegaskan bahwa kebijakan upah minimum adalah kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Dengan demikian, keputusn Anies wajib didukung karena dia menjadi pihak yang taat pada hukum dan memutuskan berdasarkan isi putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkostitusional secara bersyarat.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi juga sudah sangat jelas, yang menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” pungkasnya. (her)