Surabaya (pilar.id) – Menikmati malam dengan mengobrol santai di pinggir rel kereta api dan merasakan angin saat kereta api melintas. Bisa menjadi pilihan untuk menghabiskan sisa waktu seharian.
Tempat tersebut dapat ditemui di sepanjang jalan Korem, Ahmad Yani. Berkonsep lesehan, yang dipercantik dengan pencahayaan kecil yang terbuat dari kapas, diberi sumbu serta minyak tanah yang diletakkan pada baskom atau tempat rokok itu. Membuat tempat kongkow yang buka pukul 6 sore dan tutup pukul 1 dinihari ini dapat menjadi tempat yang perlu di list.
Ada sekitar 30 stand yang buka setiap harinya. Setiap stand pada umumnya menyediakan berbagai minuman sachetan dan kopi atau teh hangat dengan harga tiga sampai lima ribu rupiah. Sedang makanannya tersedia cemilan sosis bakar, tempura, mie goreng, dengan kisaran harga empat sampai enam ribu rupiah.
Tempat nongkrong yang disebut oleh warga sekitar dengan nama warung remang-remang ini kerap didatangi oleh pasangan yang ingin menghabiskan waktu untuk bercanda gurau atau mengobrol berdua. Seperti yang disampaikan oleh Nur Hamilah salah satu pedagang di warung remang-remang ini.
“Saya disini sudah 5 tahun mbak, ide membuat lilin-lilin kecil itu dari teman pedagang lain, untuk menarik pengunjung. Jadi biar gak monoton gitu mbak,” ujarnya
Berdasar cerita Milah, jika warung yang bediri diatas tanah PT.Kereta Api Indonesia (KAI) ini dulu pernah digusur oleh satpol PP di tahun 2021, namun sekarang tidak lagi.
“Biasanya kita kasih uang keamanan ke Satpol PP. Meski pandemi, masih bisa berjualan tapi dibatasi waktu sampai jam 10 malam saja, mau gak mau dituruti, meski tidak seberapa tapi lumayan buat jajan anak hasilnya,” ucap wanita 37 tahun ini.
Tak hanya itu, Milah juga menceritakan bila ada pihak dari PT. KAI yang mengetahui adanya jembatan yang menghubungkan antara kali dan warungnya, akan di buang ke kali
“Jadi ketika kami tutup, biasanya tangga saya bawa dan titipkan ke seseorang daerah sini, tidak saya tinggal disini. Kalau ditinggal biasanya akan ada yang membuangnya,” cerita Milah, warga Lamongan ini.
Omset yang didapat oleh Milah dalam sehari antara 200 sampai 300 ribu rupiah lebih tergantung ramai pengunjung. Ia menyebut jika, hari Weekend seperti Sabtu dan Minggu paling banyak pengunjung.
“Ya segitu lumayan mbak, biasanya Sabtu dan Minggu, tempat ini ramai sama pasangan atau dibuat cangkruk bersama teman-teman,” ucap wanita yang juga dibantu berjualan oleh suaminya ini.
Kedepan, Milah berharap agar tempat berjualannya kini dengan pedagang lain bisa semakin laris dan tidak ada penggusuran ataupun pembuangan apapun seperti jembatan dan sebagainya.
“Saya harap, dari pihak PT KAI ataupun perangkat desa bisa memberikan keamanan bagi para pedagang, karena kita juga sudah bayar sama mereka,” harap Milah. (jel/hdl)