Jakarta (pilar.id) – Pemerintah mengklaim telah membangun jalan tol sepanjang 1.900 KM dalam 7 tahun terakhir. Menanggapi hal tersebut, pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, dampak dari pembangunan tersebut belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat.
“Pertanyaanya buat apa 1.900 KM kalau kemudian masyarakat masih menderita, dalam arti nilai kemanfaatan tidak dirasakan masyarakat,” kata dia di Jakarta, Sabtu (16/4/2022).
Menurut Achmad, kondisi yang terjadi justru sebaliknya. Adanya jalan tol yang dibangun direzim ini tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat.
“Apakah kemudian rantai distribusi bahan sembako sebagai contoh menjadi lebih baik sehingga harga bisa murah? Ternyata tidak,” katanya.
Ia juga tak sepakat bila keberhasilan pemerintah membangun jalan tol tersebut dikatakan sebagai sebuah prestasi. Pasalnya pemerintah menggunakan fasilitas pembiayaan secara jor-joran dengan menggunakan dana utang hingga Rp5.000 triliun.
“Tentunya ini sangat tidak layak karena siapapun presidennya untuk membangun apapun dengan utang itu pasti bisa,” kata Achmad.
Belum lagi, lanjut Achmad, dampak terhadap para pedagang di sepanjang jalan yang kini tidak terlewati lagi oleh banyak kendaraan karena lebih memilih menggunakan tol. Menurutnya hanya pemilik modal besar yang mampu berdagang di rest area dan menikmati hasilnya.
“Pengguna jalan tol hanya para pemilik mobil. Rakyat kecil tidak merasakan kemanfaatannya,” kata dia. (ach/hdl)