Jakarta (pilar.id) – Penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak dan Dialog Disiplin Positif di Satuan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas mendapat apresiasi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.
Penandatangan itu dilakukan Sabtu (15/4/2023), di SMPN 3 Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penandatanganan ini sekaligus memperkuat kebijakan pencegahan perkawinan anak, dengan komitmen strategis yang berfokus pada faktor-faktor yang berkontribusi dalam peningkatan angka perkawinan anak.
“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Bapak Bupati beserta jajarannya, yang akan memperkuat kebijakan pencegahan perkawinan anak dengan komitmen strategis yang berfokus pada faktor-faktor yang berkontribusi pada peningkatan angka perkawinan anak, diantaranya keterbatasan pada akses pendidikan, dan ketiadaan akses layanan dan informasi,” kata Menteri PPPA.
Menurutnya penting untuk melakukan pencegahan perkawinan anak mengingat banyak menimbulkan dampak negatif. Dari sisi kesehatan, akan meningkat angka kematian ibu, angka kematian bayi, anak melahirkan anak.
Demikian juga dari sisi ekonomi, mereka belum siap menjadi tulang punggung keluarga, maka akan menjadi penting pencegahan perkawinan di usia anak.
“Pada kesempatan yang baik ini saya melihat komitmen Bupati Banyumas yang didampingi oleh partner kerjanya, tim penggerak PKK, komitmennya sangat luar biasa ketika bicara masalah pencegahan perkawinan anak,” sambung Menteri PPPA.
Oleh karena itu, perkawinan anak masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya prevalensi perkawinan anak. Terdapat 11,2 persen anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun, dan 0,5 persen dari anak perempuan tersebut menikah saat berusia 15 tahun.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka perkawinan anak di Kabupaten Banyumas sendiri adalah sebesar 11,28 persen, dan menempatkan Banyumas sebagai kabupaten dengan angka tertinggi kedua di provinsi Jawa Tengah.
Menteri PPPA menyebutkan bahwa Presiden RI telah memberi arahan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk fokus pada penanganan 5 (lima) isu prioritas, dua diantaranya adalah Penurunan Kekerasan, dan Pencegahan Perkawinan Anak.
“Dalam menjalankan amanat ini, sejumlah upaya telah KemenPPPA lakukan melalui penguatan koordinasi, sinergi, dan jejaring dalam pencegahan hingga penanganan kasus kekerasan, dan pencegahan perkawinan anak, dengan berbagai pemangku kepentingan,” ujar Menteri PPPA.
Bupati Banyumas, Achmad Husein mengatakan perlu perhatian lebih untuk menyelesaikan akar masalah perkawinan anak. “Khusus masalah perkawinan anak, di Banyumas ini sudah memprihatinkan, dari data yang pernah saya tanyakan ke Kementerian Agama di tahun 2023, di Pengadilan Agama Banyumas ini ada sekitar 220 anak yang dalam 1 tahun itu dikawinkan. Di Purwokerto, itu lebih banyak lagi, jadi kalau saya perkirakan tahun 2022 itu ada sekitar 400 – 500, bisa lebih, anak itu kawin karena terpaksa hamil dibawah umur. Ini adalah fenomena. Ini masih belum dihitung dengan yang hamil dan tidak dikawinkan. Ada 2 tahap yang terjadi disini, pertama adalah hamil lalu dikawinkan, yang kedua hamil digugurkan. Oleh sebab itu, kita harus fokus pada akar permasalahannya. Kita perlu menyelesaikan akar permasalahan, bukan mengizinkan apalagi merestui terhadap masalah – masalah tersebut,” tutur Achmad.
Sementara itu, terkait dengan upaya mencegah terjadinya kekerasan di Satuan Pendidikan yang juga menjadi pembahasan dalam pertemuan ini, telah banyak langkah yang dilakukan KemenPPPA untuk mengubah paradigma pendidikan menjadi pendidikan berbasis hak anak, diantaranya dengan memperkenalkan pendekatan Disiplin Positif, dimana pendidik diperbolehkan mendisiplinkan murid dengan tanpa kekerasan dan pendidik menjadi teladan bagi muridnya.
“Disiplin positif itu hal yang sebenarnya oleh KemenPPPA sudah dikampanyekan setidaknya dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Bukan berarti anak tidak boleh mendapatkan konsekuensi dari perbuatan yang salah. Anak harus kita ajarkan untuk memahami perbuatannya yang salah. Tetapi, hukuman atau sanksi yang diberikan, sifatnya haruslah mendidik,” ujar Pemerhati dan Praktisi Pendidikan, Retno Listiyarti.
Kemudian, dalam hal penguatan keluarga, Kabupaten Banyumas telah memiliki PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) “Satria”, untuk mengawal pengasuhan berbasis hak anak yang dilakukan oleh Konselor dan Psikolog. PUSPAGA Kabupaten Banyumas baru saja diresmikan sebagai PUSPAGA yang ke – 258, dan akan dikembangkan di 27 Kecamatan dengan nama POSKO PUSPAGA.
Harapannya, untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas menuju Indonesia Layak Anak 2030. (din)