Jakarta (pilar.id) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan I 2022 sebesar 5,01 persen. Menanggapi hal itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai target yang dicanangkan pemerintah.
“Karena di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sendiri, kita targetnya adalah 5,2 persen,” ungkap Eko, di Jakarta, Rabu (11/5/2022).
Menurut Eko, kalau dibandingkan dengan outlook International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya masih bisa lebih tinggi. Bahkan, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu mencapai 5,4 persen secara tahunan.
Triwulan I, lanjut Eko, biasanya memang belum menjadi puncak pertumbuhan ekonomi. Selain itu, biasanya momentum lebaran menjadi pendorong perbaikan ekonomi di Indonesia.
“Mudah-mudahan di triwulan II nanti lebih baik,” cetusnya.
Selain itu, Eko juga menyampaikan, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di 4 besar negara-negara G20, namun perlu memperhatikan kualitas pertumbuhannya. Sehingga, harapannya pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi atau minimal sesuai target pemerintah.
Eko menambahkan, macetnya pertumbuhan ekonomi triwulan I bersumber dari pengeluaran pemerintah yang cenderung turun, -7,74 persen. Pertumbuhan ekonomi lebih disuport oleh konsumsi rumah tangga yang naik 4,34 persen.
“Suport pertumbuhan triwulan I, dari sisi PDB pengeluaran memang lebih ditopang terutama oleh laju eskpor, yang tumbuhnya lebih tinggi dibanding komponen yang lain, setelah itu ada konsumsi rumah tangga,” paparnya.
Eko berharap, pemerintah tetap menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi rumah tangga dapat melaju lebih tinggi seiring pandemi yang semakin terkendali. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat menghindari kebijakan untuk menaikkan harga energi, serta menjaga stabilitas harga pangan pokok.
“Booming harga komoditas umumnya tidak bertahan lama, karena itu perlu didorong industrialisasi berorientasi ekspor, terutama untuk produk bernilai tambah tinggi,” tutupnya. (ach/din)