Bandung (pilar.id) – Penjabat Gubernur Jabar, Bey Machmudin, memberikan dukungan terhadap penerapan metode wolbachia yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk mencegah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Jawa Barat.
Menurut Bey, Kementerian Kesehatan telah melakukan uji klinis secara ilmiah sebelum memutuskan untuk menerapkan metode ini, dan diharapkan metode tersebut dapat efektif dalam memerangi DBD.
“Ya itu kan pencegah DBD, sudah mulai diuji, sebetulnya baik. Kita jangan terlalu reaktif (atas kritikan),” ujar Bey Machmudin di Kota Bandung pada Selasa (21/11/2023).
“Tentunya nanti ada keuntungannya, kita percaya Kementerian Kesehatan sudah melakukan ujicoba dan aman,” tambahnya.
Bey menekankan perlunya perluasan sosialisasi, terutama di daerah-daerah yang menjadi lokasi ujicoba, agar masyarakat dapat menerima metode wolbachia sebagai upaya pencegahan DBD.
Wolbachia merupakan bakteri yang dapat tumbuh di tubuh serangga kecuali nyamuk Aedes aegypti. Melalui percobaan, peneliti berhasil memasukkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, yang dapat mencegah replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk. Dengan demikian, nyamuk yang membawa virus dengue menjadi resisten dan tidak dapat menyebarkan virus ke manusia lain.
Kementerian Kesehatan telah menyebar nyamuk wolbachia di lima kota Indonesia, termasuk Jakarta Barat, Semarang, Bontang, Kupang, dan Kota Bandung sebagai satu-satunya daerah di Jawa Barat.
Meskipun demikian, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengingatkan Kementerian Kesehatan untuk berhati-hati terkait potensi pembentukan mutasi baru akibat penggunaan metode wolbachia.
Jawa Barat masih menghadapi ancaman DBD, dengan catatan 7.512 kasus DBD dan 49 kematian dari Januari hingga Juni 2023. Kota Bandung menjadi penyumbang kasus terbanyak di Jawa Barat dengan 1.021 kasus, sedangkan Kota Banjar memiliki jumlah kasus terendah, yaitu 20 kasus.
Tunggu Finalisasi MoU
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Erizon Safari, menyatakan bahwa pembiakan nyamuk berwolbachia di wilayahnya masih menunggu finalisasi memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Sekarang sepertinya sudah masuk tahap final ya. Tapi memang untuk launching-nya, Jakarta Barat belum bisa, karena belum ada MoU-nya,” ujar Erizon.
Erizon menegaskan kesiapan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat untuk melaksanakan pembiakan nyamuk wolbachia segera setelah ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi dan Kementerian Kesehatan.
“Kalau nanti sudah MoU, berarti pemerintah sudah setuju, provinsi maupun kota sudah setuju. Ya kita jalan sebagai aparatur pemerintah yang menjalankan kebutuhan perintah,” kata Erizon.
Pihaknya juga intensif melatih para kader di lapangan untuk menempatkan bibit nyamuk wolbachia di lokasi yang telah ditentukan, seperti Kecamatan Kembangan.
“Kita latih, sekarang pun lagi berjalan on-job training dengan puskesmas sama juga pihak kelurahan untuk persamaan persepsi gitu ya,” ungkap Erizon.
Erizon menambahkan bahwa metode pengembangbiakan nyamuk berwolbachia terbukti efektif dalam memutuskan peredaran chikungunya dan zika melalui nyamuk Aedes aegypti.
“Dengan pengambilan bakterinya dan penularannya ke nyamuk sehingga berwolbachia, dikembangbiakin tuh, jadilah dia bertelur dan jadi nyamuk dewasa. Terbukti nyamuk dewasa yang mengandung wolbachia ini tidak bisa menjadi carrier penularan chikungunya dan zika,” ujar Erizon.
Erizon menegaskan bahwa penentuan tempat untuk pembiakan nyamuk berwolbachia adalah wewenang Kementerian Kesehatan, dan pihaknya akan mengikuti ketentuan pemerintah. (hen/hdl)