Jakarta (polar.id) – Dalam peringatan May Day yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2022, Partai Buruh bersama elemen organisasi pendukungnya akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Presiden Konferensi Serikat Pekerjaan Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan, pemilihan Kantor KPU sebagai lokasi aksi didasarkan pada tiga pertimbangan.
Pertama, untuk memastikan pada tanggal 14 Februari 2024 dilakukan pemilihan umum. Dalam hal ini, pemilihan presiden dan anggota DPR menjadi penting bagi buruh. Buruh sudah memiliki kesadaran politik, banyak produk politik berupa Undang-Undang yang merugikan buruh. Di mana Undang-Undang (UU) dibahas oleh presiden dan DPR.
“Terbaru adalah lahirnya omnibus law UU Cipta Kerja yang telah mendegradasi bahkan mengeksploitasi kaum buruh,” kata Said, Jumat (29/4/2022).
Menurutnya, omnibus law menyebabkan tidak ada kenaikan upah, pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin mudah, jam kerja yang fleksibel, hingga outsourcing bebas digunakan di semua lini pekerjaan.
Kedua, terselenggaranya sebuah pemilu tidak sekedar rutinitas untuk memilih. Lebih dari itu, pemilu bagi serikat buruh harus berlangsung dengan jujur dan adil.
“Pemilu yang tidak jujur dan adil berimplikasi pada kemenangan partai oligarki yang dikuasai pemilik modal. Karena itu, kebijakan yang dihasilkan pun akan cenderung menguntungkan kepentingan bisnis. Produk undang-undangnya akan berpihak pada pemilik modal,” tegasnya.
Pertimbagan ketiga mengapa memilih Kantor KPU sebagai lokasi aksi adalah, buruh menolak politik uang. Partai buruh tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan ambil uangnya jangan pilih partainya. Sebab hal itu bukan pembelajaran politik yang baik bagi rakyat.
“Buruh meminta tidak ada money politik. Jika ada politik uang, KPU harus berani memberi sanksi yang tegas. Kalau perlu bagi partai yang menggunakan politik uang didikualifikasi. Pemilu yang curang dengan menggunakan politik uang, yang dihasilkan pasti produk curang yang merugikan kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Setelah aksi di Kantor KPU, sebagian peserta aksi akan melakukan aksi di seputaran Bundaran HI dengan membawa dua tuntutan, yaitu turunkan harga bahan-bahan pokok dan tolah omnibus law UU Cipta Kerja.
Menurut dia, saat ini harga minyak goreng, daging, dan harga-harga kebutuhan yang lain masih mahal. Dia juga menyoroti larangan ekspor CPO yang berdampak pada petani kecil. Mafia harus dihukum, tetapi petani sawit kecil terpukul dengan adanya larangan CPO, karena harganya menjadi jatuh.
“Kami juga menolak rencana kenaikan pertalite dan gas 3 kg. Upah riil buruh tidak naik selama 3 tahun berturut-turut. Daya beli turun 30 persen. Harga barang melonjak tinggi, dan akan ditambah lagi dengan kenaikan pertalite yang banyak dikonsumsi oleh kaum buruh, tentu ini sangat merugikan,” tegas Said.
Menurutnya, jika memang tidak bisa mengendalikan harga. Lebih baik Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan menteri terkait di bidang perekonomian mundur.
Terkait dengan tolak Omnibus law UU Cipta Kerja, buruh menilai revisi UU PPP adalah akal-akalan untuk melegalkan omnibus law. Iqbal menyebut, revisi UU PPP intinya hanya memperbolehkan omnibuslaw. Ini hanya akal-akalan untuk memuluskan omnibus law. Oleh karena itu, begitu UU PPP disahkan, Partai Buruh dan serikat buruh akan segera menggugat ke Mahkamah Konstitusi agar UU PPP dibatalkan.
“Jahat sekali cara berfikir DPR. DPR jahat dan korup kalau memang revisi UU PPP dilakukan hanya untuk memuluskan omnibus law UU Cipta Kerja bisa segera dibahas. Karena bagi buruh UU Cipta kerja adalah kudeta konstitusi dan merugikan uruh,” tegasnya.
Menurut Said, dalam May Day ini pihaknya juga akan meminta agar Marsinah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Ada banyak pahlawan nasional dari dari militer, birograsi, dan yang lain, tetapi tidak ada satu pun dari kaum buruh. “Padahal Soekarno menyatakan soko guru revolusi adalah kaum buruh dan tani. Dalam hal ini, Marsinah layak menjadi pahlawah nasional,” tukasnya. (her/din)