Jakarta (pilar.id) – Kasus penipuan berkedok investasi yang menyebabkan ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) terjerat pinjol akhirnya sedikit memberikan titik terang.
Pasalnya, empat fintech pemberi pinjaman online kepada para mahasiswa IPB tersebut telah bersedia memberikan relaksasi pembayaran pinjaman bagi 121 mahasiswa IPB yang terjerat penipuan investasi dengan total pinjaman sebanyak Rp650,19 juta.
Keempat layanan pinjaman online tersebut adalah Kredivo, Spaylater, Shopee Spinjam, dan Akulaku. Hal tersebut, disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono.
“Perusahaan dimaksud telah menyetujui memberikan relaksasi melalui restrukturisasi penghapusan pokok, bunga, dan denda sesuai kebijaksanaan dari masing-masing perusahaan atau platform,” kata Ogi, di Jakarta, Senin (19/12/2022).
Menurut penjelasan Ogi, dari keempat pinjaman online tersebut, pinjaman paling banyak dilakukan di perusahaan pembiayaan Kredivo dengan total 74 pinjaman. Adapun outstanding-nya mencapai Rp240,55 juta. Disusul Spaylater sebanyak 51 mahasiswa dengan outstanding Rp201,65 juta.
Kemudian layanan pinjaman online dari Shopee Spinjam sebanyak 41 mahasiswa dengan outstanding mencapai Rp141,81 juta. Terakhir, ada Akulaku 31 mahasiswa dengan outstanding Rp66,17 juta.
Ogi melanjutkan, OJK memastikan tidak ada indikasi pelanggaran perlindungan konsumen dari pihak Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) kepada konsumen atau korban.
Menurutnya, kasus ini merupakan penipuan berkedok investasi dengan mengarahkan para mahasiswa untuk melakukan pinjaman di perusahaan pembiayaan dan fintech peer to peer lending legal untuk transaksi di toko online yang diindikasikan terafiliasi dengan pelaku penipuan.
“OJK sudah melakukan pembinaan dan meminta kepada empat perusahaan tersebut untuk meningkatkan manajemen risiko melalui penguatan analisis data calon peminjam serta meningkatkan sistem early warning fraud detection,” kata Ogi.
Ogi menambahkan, kejadian yang menimpa mahasiswa IPB patut menjadi pelajaran dan catatan penting karena menimpa kalangan mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki literasi keuangan yang baik.
Selain itu, penguatan pemahaman juga penting dilakukan terhadap produk dan layanan sektor jasa keuangan, sehingga para mahasiswa justru bisa menjadi pelopor atau agen literasi keuangan bagi masyarakat dalam memahami dan menggunakan produk dan layanan sektor jasa keuangan secara bijak dan benar.
“Indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen,” kata Ogi. (ach/fat)