Jakarta (pilar.id) – Prof. Irfan Idris, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia, menilai PT Kereta Api Indonesia (KAI) perlu memiliki kekebalan atau imunitas tinggi dalam menghadapi ancaman paham-paham ekstrem dan radikal. Hal ini penting guna mencegah kemungkinan pegawai PT KAI menyalahgunakan posisi mereka untuk aktivitas teror.
Irfan menjelaskan bahwa dalam upayanya mencegah dan mengatasi ancaman terorisme, PT KAI harus memiliki sistem deteksi yang kuat dan berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk mencegah insiden di mana pegawai PT KAI terlibat dalam jaringan teroris.
“PT Kereta Api Indonesia mengelola layanan transportasi. Jika orang yang terpapar paham radikal menyalahgunakan tanggung jawab ini, keselamatan banyak orang akan terancam karena kereta api membawa penumpang dalam jumlah besar,” ujar Prof. Irfan dalam acara Townhall Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air bagi Pekerja PT KAI di Jakarta pada Rabu (23/8/2023).
Selain upaya dari perusahaan, pegawai PT KAI juga diharapkan memiliki pemahaman tentang bahaya ekstremisme dan paham radikal. Kebersamaan dalam mencegah ancaman tersebut menjadi hal yang penting.
“Jika pegawai PT Kereta Api tidak memiliki kekebalan terhadap paham radikalisme, dampaknya bisa sangat merusak. Kita harus sangat waspada karena terorisme merupakan kejahatan serius yang berpotensi membahayakan banyak orang,” tambahnya.
Dalam konteks ini, Prof. Irfan menyambut baik seminar kebangsaan yang diadakan oleh PT KAI untuk pegawainya. Menurutnya, kegiatan ini merupakan salah satu langkah pencegahan ekstremisme dan radikalisme di kalangan pegawai PT KAI.
“Saya melihat bahwa langkah ini juga bisa diikuti oleh perusahaan milik negara lainnya. Melalui perkeretaapian dan insan kereta api, semacam ‘wake up call’ untuk lebih waspada,” ujarnya.
Dalam acara yang sama, Prof. K.H. Said Aqil Siradj, Komisaris Utama PT KAI, menyatakan bahwa peristiwa yang melibatkan pegawai PT KAI sebagai terduga teroris harus dijadikan momentum untuk meningkatkan deteksi dini terhadap radikalisme di lingkungan perusahaan.
“Seminar kebangsaan seperti ini harus terus dilakukan. Satu kali acara tidak cukup, dan tidak hanya di pusat, tetapi juga di setiap daerah operasi (daop) atau divisi regional, serta di setiap perusahaan milik negara,” kata Prof. K.H. Said Aqil Siradj.
Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, dalam kesempatan tersebut, menjelaskan bahwa seminar kebangsaan yang diselenggarakan oleh perusahaan menunjukkan PT KAI tidak mentoleransi aksi-aksi teror dan paham radikal dalam bentuk apapun.
“Kami akan mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan dan dalam kerja sama dengan kepolisian. Tidak ada toleransi bagi mereka yang melanggar,” tegas Didiek. (mad/ted)