Jakarta (pilar.id) – PT Klinko Karya Imaji mampu memproduksi 120 ton limbah tekstil menjadi aat-alat kebersihan ramah lingkungan per bulan. Angka tersebut dinilai masih terlalu kecil mengingat limbah tekstil di Indonesia juga sangat tinggi.
“Menurut data yang kami terima sekitar 2,7 juta ton limbah tekstil, baik pre consume maupun post consume,” kata Direktur Utama PT Klinko Karya Imaji Anggun Supanji, di Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Adapun limbah pabrik yang digunakan Klinko termasuk dalam jenis pre consumer waste. Artinya limbah tekstil yang belum pernah terpakai. “Jadi itu seperti limbah dari potongan perca, dari garmen, dari konveksi, dari limbah rajut, limbah tenun dan lain sebagainya,” kata dia.
Perusahaan yang berdiri sejak 2016 ini, telah memanfaatkan 80 persen benang daur ulang sebagai material utama bagi keseluruhan material produk. PT Klinko Karya Imaji Tbk (KLIN) mengaplikasikan benang daur ulang tersebut untuk membuat produk alat kebersihan, seperti kain pel, lobby duster, dan keset.
Menurutnya, ke depan cleaning akan menjadi esential product, terutama pascapandemi Covid-19. Karena itu, pihaknya akan terus menjaga kualitas dan cost yang terjangkau bagi masyarakat.
“Kita nggak ingin karena ini recycle, lalu menjual dengan harga yang setinggi-tingginya,” kata dia.
Dengan keunggulan produk yang ramah lingkungan tersebut, Anggun berharap, masyarakat dapat turut memiliki saham perusahaan melalui penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten berkode KLIN ini membuka penawaran di Rp100 per saham.
“Salah satu latar belakang kita untuk IPO itu, kita punya spirit company itu karena ramah lingkungan berdampak positif bagi sosial masyarakat,” kata Anggun.
Ditambahkan Direktur PT Klinko Karya Imaji Sisse Paloma, produk dengan limbah daur ulang lebih menghemat biaya produksi. Terutama, benang-benang yang sudah berwarna tanpa melakukan proses pencelupan lagi. “Alat kebersihan yang sudah berwarna, artinya tanpa proses pencelupan,” kata dia.
Perseroan, lanjut Sisse, menargetkan kenaikan pendapatan tahun ini sebesar 200% menjadi sebesar Rp8,3 miliar. Salah satu pendorongnya berasal dari dana hasil IPO yang akan mendongkrak kinerja perseroan.
“Revenue (tahun ini) Rp8,3 miliar. Ada kenaikan 200% dari tahun lalu. Dana dari IPO masuk, 40 persen untuk mendirikan pabrik dan 38 persen untuk pasang mesin,” ujarnya.
Selain itu, perseroan juga membidik pasar ekspor baru, yaitu Amerika Serikat dan Eropa. Pasar ekspor dinilai sangat potensial, dan diperkirakan menyumbang Rp1,5 miliar dari total pendapatan hingga akhir tahun.
Meski demikian, Klinko masih akan menahan ekspor hingga 35 persen dari total pemasaran. Hal itu dikarenakan faktor perdagangan luar negeri yang masih mengalami gangguan.
“Masih 25 persen sekarang kita untuk ekspor. Ya masih dominan (domestik),” tambah Anggun. (ach/hdl)