Surabaya (pilar.id) – Lebih dari 200 Kiai dan Gus dari berbagai wilayah di Jawa Timur memberikan dukungan kepada calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan.
Dalam acara Tirakat Keselamatan untuk Umat dan Bangsa di Pondok Pesantren Islam At-Tauhid Sidoresmo Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (10/8/2023), Kiai dan Gus sepakat mendukung Anies Baswedan sebagai kandidat presiden yang sejalan dengan Ahlusunnah Waljamaah (Aswaja).
Selain memberikan dukungan kepada Anies Baswedan, para Kiai dan Gus juga merekomendasikan lima nama warga dan kader Nahdliyin yang dianggap cocok menjadi kandidat calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies Baswedan. Kelima nama tersebut adalah Yenny Wahid, Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawansa, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Mahfud MD.
Menurut juru bicara Anies Baswedan, Muhammad Nurkhoiron, yang juga merupakan seorang santri, dukungan dari para Kiai dan Gus bukan hanya sekadar kepercayaan belaka, melainkan juga merefleksikan fakta dan aspirasi dari masyarakat di Jawa Timur. Apabila cawapres yang dipilih Anies nantinya berasal dari Nahdlatul Ulama (NU), maka ini diharapkan dapat memperkuat dukungan dari kalangan Nahdliyin di Jawa Timur.
“Ini bukan hanya sekadar kepercayaan, tetapi juga mencerminkan fakta yang tidak dapat diabaikan. Hal ini juga mencerminkan suara-suara dari masyarakat di bawah yang memiliki pandangan serupa. Dengan adanya dukungan ini, upaya kampanye dan konsolidasi di tingkat basis akan menjadi lebih mudah dilakukan,” ujar Nurkhoiron pada Jumat (11/8/2023).
Nurkhoiron juga menambahkan bahwa salah satu tantangan besar yang dihadapi Anies Baswedan di Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah minimnya informasi yang benar mengenai rekam jejak dan profil Anies Baswedan. Hal ini menjadi kelemahan dalam meraih dukungan dari masyarakat bawah, termasuk santri dan kalangan pondok pesantren.
“Selama ini, informasi yang beredar di media sosial menggambarkan Anies Baswedan sebagai sosok intoleran, garis keras, dan terkait dengan aliran Islam puritan atau wahabi. Hal ini terus berkembang di kalangan bawah. Namun, kubu Anies tidak pernah secara langsung melakukan klarifikasi. Jika cawapresnya berasal dari NU, maka klarifikasi akan menjadi lebih mudah dilakukan. Meski bukan dari NU, upaya klarifikasi tetap harus dilakukan dengan lebih keras dan rinci,” ungkap Nurkhoiron, yang pernah menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM.
Nurkhoiron menegaskan bahwa suara dari para Kiai memiliki peranan penting dalam pertimbangan politik. Dia menyatakan bahwa pertemuan Anies dengan para Kiai juga memiliki signifikansi yang besar. Pertemuan ini akan memperkuat hubungan antara Anies dengan para Kiai NU.
“Pertemuan tersebut juga memberikan kesempatan bagi Anies Baswedan untuk mendengarkan masukan langsung dari para Kiai yang bisa dipercaya. Secara simbolis dan kultural, pertemuan ini menunjukkan komitmen Anies dalam mendengarkan aspirasi para Kiai,” ungkap Nurkhoiron, yang juga pernah menjadi Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Universitas Gadjah Mada (UGM). PMII merupakan organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan NU.
Nurkhoiron menambahkan bahwa ada tiga faktor dari Anies Baswedan yang akan membuatnya lebih diterima di kalangan santri dan pondok pesantren di Jawa Timur. Pertama, Anies memiliki latar belakang pendidikan pesantren, karena pernah menjadi santri di pondok pesantren. Kedua, latar belakang keluarga Anies sebagai pendidik memberikan nilai tambah, karena orang pesantren memiliki peran penting dalam pendidikan. Dan ketiga, visi Anies yang berfokus pada keadilan dan keberpihakan kepada pesantren dan masyarakat bawah.
“Secara simbolis, Anies Baswedan sebagai seorang santri yang menjadi presiden di masa depan akan memiliki makna besar bagi kalangan santri dan pondok pesantren,” tutup Nurkhoiron. (hdl)