Jakarta (pilar.id) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terkait tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang langsung menerapkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanpa mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Putusan tersebut menyatakan bahwa tindakan KPU tidak melanggar hukum.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa tindakan KPU untuk segera melaksanakan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah langkah yang tepat.
Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu proses pemilihan umum dan potensial menyebabkan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Berdasarkan fakta yang diajukan dalam persidangan, MK menyimpulkan bahwa KPU telah berusaha mematuhi semua aturan dan prosedur yang diperlukan untuk menerapkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut juga diakui sebagai keputusan final dan mengikat.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa KPU telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan setelah pembacaan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Langkah-langkah tersebut termasuk mengirim surat kepada pimpinan partai politik peserta Pemilu 2024 untuk memberitahukan perubahan syarat calon presiden dan wakil presiden.
Lebih lanjut, KPU juga mengajukan surat permohonan konsultasi kepada DPR terkait penyesuaian peraturan KPU sesuai dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meskipun surat tersebut diajukan saat DPR sedang dalam masa reses dan tidak dapat dijadwalkan untuk rapat konsultasi.
Meskipun KPU memiliki kewajiban untuk menerapkan putusan MK yang mempengaruhi proses pencalonan presiden dan wakil presiden, MK memahami bahwa KPU juga terikat dengan jadwal dan tahapan yang telah ditetapkan.
Sebelumnya, MK telah menolak eksepsi yang diajukan oleh KPU dan pihak terkait, yang menyatakan bahwa MK tidak berwenang untuk mengadili permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. MK menegaskan bahwa sebagai lembaga konstitusional, mereka memiliki kewenangan untuk mengadili permohonan tersebut.
Dengan demikian, MK tidak menghindari tanggung jawab untuk mengadili masalah hukum yang berkaitan dengan pemilihan umum yang dapat mempengaruhi hasil perolehan suara peserta pemilu. MK menegaskan bahwa pendekatan ini sudah menjadi pendirian mereka sejak menangani perkara PHPU Pilpres dari tahun 2004 hingga 2019. (hdl)