Gresik (pilar.id) – Fenomena ikan mati massal atau ikan munggut kembali terjadi di Sungai Brantas. Ribuan ekor ikan mati di sungai yang mengalir diantara Kabupaten Mojokerto, Gresik, Sidorajo dan Surabaya.
Atas peristiwa tersebut, Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), menyebut berdasa laporan warga ikan ditemukan mati pada Senin pagi pukul 05.00 Wib di Desa Cangkir Hingga Wilayah Warugunung Kota Surabaya,
Seperti yang disampaikan Habib warga Desa Bambe Driyorejo Gresik, jika ia mengetahui kabar tersebut sejak pukul 06.30 WIB. Ia menyebut kematian ikan ini paling parah.
“Mendengar kabar tersebut, dari paman saya, warga sudah banyak dilokasi, kematian ikan ini paling besar setelah 2 tahun lalu karena tingkat cemarannya sampai ke bawah dan kontaminasi, bau sungai amis seperti bau micin, aliran sungai sedikit berminyak dan lengket,” jelasnya.
Diketahui, jenis ikan yang ditemukan diantaranya, Rengkik, Keting, Bader, Nila dan Mujair. Menanggapi hal tersebut, menurut Diki Dwi Cahya Manager selaku Kampanye Ecoton, peristiwa ini bukan pertama kali, terjadi di Sungai Surabaya dan pasti datang setiap tahun dan tidak ada penyelesaian.
“Hari ini kami melihat cukup banyak ikan yang mati mulai dari ikan yang kecil bahkan yang besar. Kami menduga peristiwa ini akibat limbah industri karena dampaknya sangat besar bagi sungai dan kematian ikan yang sangat banyak,” ucapnya.
Ia juga menyebut bahwa jumlah kematian Rengkik dan mujaer tak sebanyak ini, dalam beberapa tahun terakhir. Berarti fenomena ini menurutnya, mengakibatkan ikan mabuk dengan jumlah besar,
” Jika terus seperti ini, kelestarian lingkungan kali Surabaya bisa terancam serta membuat induk ikan akan mati dan bisa menyebabkan kepunahan,” tegasnya.
Ia menambahkan, pihaknya meminta masyarakat untuk waspada dalam mengkonsumsi ikan mati hasil tangkapan, karena diduga ikan-ikan tersebut bisa saja terindikasi tercemar yang mengandung racun dan bahan berbahaya,
Selain itu ia juga menyebut, terdapat beberapa dampak dari peristiwa ikan mati masal ini, yaitu pada Air PDAM, saat limbah yang tanpa diolah dibuang ke Sungai Brantas akan mengakibatkan penurunan kualitas air sungai
Selain itu, peristiwa ikan mati massal akan terulang jika tak ada upaya serius atau penegakan hukum bagi industri yang membuang limbah cairnya.
Lalu Punahnya ikan, ia menjelaskan sungai adalah rumah ikan, jika ikan ikan tersebut mati dalam kondisi yang tidak wajar dan dengan jumlah yang banyak. Dikhawatirkam dapat terjadi kepunahan ikan.
Peristiwa semacam ini yang membuat Yayasan Ecoton, pada awal tahun 2019 lalu melayangkan Gugatan Kepada KLHK, PUPR Dan Gubernur Jawa Timur di Pengadilan Negeri Surabaya atas Peristiwa Ikan Mati Massal Di Sungai Brantas.
” Hal itu dilakukan, agar semua pihak memperhatikan kesehatan Sungai dan Keberlangsungan Ekosistem yang ada di dalam sungai Brantas,” ungkapnya.
Pada gugatannya dengan Perkara Nomor 08/Pdt.G/2019/PN.Sby. Pengadilan mengabulkan permintaan ecoton agar pemerintah melakukan pemulihan lingkungan hidup. Namun para Tergugat mengajukan banding yang hingga saat ini belum di putuskan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya.
“Jika peristiwa ikan mati massal terus terulang, akan lebih baik membuat program pemulihan bersama dari pada mengambil upaya hukum banding, tetapi peristiwa Ikan Mati Massal akan terus terjadi,” tutupnya. (jel/hdl)
Foto 1: Warga Desa Bambe Driyorejo Gresik, saat menunjukkan salah satu jenis ikan yang mengalami mati masal di Sungai Brantas, Senin (23/05/2022)
Foto 2: Sejumlah jenis ikan terlihat mati secara masal di sungai Brantas, Senin (23/05/2022)