Bojonegoro (pilar.id) – Dunia seolah tidak adil. Bagaimana bisa pelaku kasus pencabulan, MSAT, 42 tahun, anak dari pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kiai Muhammad Muchtar Mu’thi berkeliaran sementara korbannya masih diselimuti trauma dan menjalani hidup yang tidak tenang.
Salah seorang perempuan yang menjadi korban dugaan tindakan pencabulan yang dilakukan oleh MSAT masih mengalami tekanan psikis. Sudah hampir tiga tahun, saat kasusnya mencuat pelaku masih bebas beraktivitas.
Salah satu korban asal Kabupaten Bojonegoro yang tidak disebutkan namanya, mengungkapkan, setelah adanya korban yang melaporkan tindak bejat putra kiai ternama di Jombang ke polisi, banyak sekali intimidasi yang dipakukan gerombolan pelaku kepada korban.
“Sampai sekarang masih banyak sekali bentuk intimidasi dan teror yang datang dari kelompok-kelompok pelaku, bukan cuma menyerang pribadi tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitar,” ujar korban seperti dikutip dari beritajatim.com.
Adanya bentuk intimidasi dan teror tersebut memperparah trauma korban. Selain itu, stereotip di masyarakat tentang korban pencabulan yang negatif membuatnya dirundung trauma. Korban bahkan mengaku sempat terpikir melakukan bunuh diri karena belum terbentuk sistem dukungan yang baik dari orang sekitar.
“Hanya ada ibu dan suami saya yang mendukung, hingga membuat saya bisa bertahan sampai saat ini. Sekarang ibu sudah meninggal,” terangnya.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, pihaknya telah memantau kasus itu sejak tahun 2020.Kasus dugaan pencabulan tersebut, kata Siti, menunjukkan adanya hambatan bagi korban dalam mengakses hak atas keadilan dan pemulihannya.
Kata dia, sebenarnya kasus dugaan pencabulan tersebut menjadi pertaruhan bagi penegakan hukum, baik untuk kepolisian, kejaksaan maupun hakim. “Negara harus hadir untuk korban dan tidak kalah oleh orang atau kelompok yang memiliki kuasa atau massa,” kata Siti. (her/hdl)