Surabaya (pilar.id) – Penyakit kusta masih menjadi permasalahan kesehatan yang serius di Indonesia. Pada tahun 2022, tercatat ada sebanyak 15.052 kasus penyakit kusta di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang bersifat menular.
Untuk mencegah penularan penyakit ini, penting untuk melakukan deteksi antibodi agar pengendalian dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Dalam rangka mengatasi hal ini, tim peneliti dari Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga (UNAIR) telah menciptakan sebuah inovasi baru, yaitu Metode Pengambilan Darah dengan Menggunakan Kertas Saring untuk Mendeteksi Adanya Antibodi Spesifik (Anti Phenolic Glycolipid-1) Mycobacterium Leprae.
Tim peneliti tersebut terdiri dari Iswahyudi SKM MKes, Prof Dr dr Cita Rosita Sigit Prakoeswa SpKK(K), Dr dr Medhi Denisa Alinda SpKK, Dinar Adriaty SSi MKes, Ratna Wahyuni SSi MKes PhD, dan drh Puput Ade Wahyuningtyas MSi.
Biasanya, tes antibodi terhadap Mycobacterium Leprae dilakukan dengan memeriksa darah vena. Namun, metode ini memiliki beberapa keterbatasan.
Iswahyudi menjelaskan, “Apabila suatu daerah memiliki kendala akses terhadap fasilitas kesehatan atau transportasi yang sulit, maka pemeriksaan dengan pengambilan darah vena menjadi sulit dilakukan.”
Inovasi ini merupakan pengembangan dari metode pemeriksaan yang sudah ada. Jika suatu daerah mengalami kesulitan dalam melakukan pemeriksaan darah vena, maka dapat menggunakan inovasi pemeriksaan dengan kertas saring.
Dalam metode ini, darah diambil dari jari menggunakan jarum untuk mendapatkan darah kapiler. Darah kemudian diteteskan ke kertas saring dan dibiarkan hingga kering. Setelah itu, kertas yang telah kering dimasukkan ke dalam plastik dan dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. “Meskipun tidak ada perlakuan khusus selama pengiriman, kertas saring yang mengandung darah tetap aman,” tambah Iswahyudi.
Meskipun proses pengambilan darah ini berbeda, namun hasilnya tetap akurat. “Kami telah membandingkan hasil pemeriksaan antibodi menggunakan darah vena, darah kapiler dengan serum, serta darah kapiler dengan kertas saring. Dan hasilnya tetap akurat,” papar Iswahyudi.
Pemeriksaan antibodi ini penting untuk mengetahui sejauh mana tubuh terpapar bakteri penyebab penyakit kusta. “Ketika seseorang terpapar bakteri, tubuh akan menghasilkan antibodi. Semakin tinggi tingkat paparan bakteri, maka produksi antibodi juga semakin tinggi,” ungkapnya.
Namun, penelitian ini memiliki tantangan dalam hal menjalankan prosedur yang sesuai serta keahlian petugas pengambil sampel yang memadai. “Proses pengambilan darah ini harus dilakukan dengan tepat, baik saat pengambilan darah maupun penetesannya ke kertas saring. Oleh karena itu, keahlian petugas sangat penting,” jelas Iswahyudi.
LPT UNAIR menjadi rujukan dalam pemeriksaan sampel untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik pada penyakit kusta di Indonesia. Kendala geografis wilayah yang luas seringkali menjadi hambatan. Namun, dengan penggunaan inovasi ini, proses pemeriksaan dapat berjalan dengan baik.
Dengan adanya inovasi ini, diharapkan tidak ada lagi kesulitan dalam melakukan pemeriksaan antibodi penyakit kusta. “Dengan inovasi ini, pengambilan sampel tidak lagi menjadi kendala, dan hambatan terkait lokasi, waktu, penyimpanan, serta pengiriman dapat diminimalisir,” pungkas Iswahyudi.
Penemuan inovatif dari tim peneliti LPT UNAIR ini diharapkan dapat membantu dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia dan memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. (ret/hdl)