Jakarta (pilar.id) – Presiden Joko Widodo dalam akun twitternya @jokowi, meminta agar jajaran pemerintahan menggunakan produk dalam negeri. Pantas saja presiden bilang begitu, karena realisasi belanja produk dalam negeri kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih rendah.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat, komitmen belanja produk dalam negeri kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN mencapai Rp802,57 triliun. Sementara realisasinya baru mencapai sekitar Rp56,3 triliun.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, pasca-arahan presiden untuk mengutamakan belanja produk dalam negeri, BPKP telah melakukan pengawasan komprehensif terhadap pelaksanaan program afirmasi belanja pemerintah untuk produk dalam negeri. Baik dari sisi demand (dalam hal ini permintaan kementerian/lembaga/pemda dan BUMN atas belanja produk dalam negeri), tata kelola market (e-katalog PBJ Pemerintah), dan supply (kesiapan industri dalam negeri).
Ateh memaparkan, komitmen kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk menggunakan produk dalam negeri mencapai Rp506,57 triliun yang terdiri dari komitmen kementerian/lembaga sebesar Rp240,32 triliun dan pemda sebesar Rp266,25 triliun. Ditambah lagi, komitmen BUMN untuk belanja produk dalam negeri juga telah mencapai Rp296 triliun.
Ateh menyebut, tantangan saat ini adalah memastikan komitmen tersebut betul-betul direalisasikan. Sebab, berdasarkan monitoring BPKP melalui Aplikasi Sistem Pengawasan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) terintegrasi mendapati capaian yang belum optimal.
“Hasil pengisian self assessment kementerian/lembaga/pemda pada aplikasi tersebut per 23 Mei 2022 menunjukkan realisasi belanja produk dalam negeri baru mencapai Rp7 triliun, sedangkan pada BUMN mencapai Rp49,37 triliun,” ujar Ateh dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/5/2022).
Oleh karena itu, BPKP meminta pimpinan kementerian/lembaga/pemda dan BUMN perlu mendorong percepatan realisasi dan melaporkannya dalam aplikasi tersebut. BPKP akan terus memastikan akurasi capaian yang dilaporkan.
Dari sisi tata kelola marketplace belanja pemerintah, pengawasan BPKP mendapati adanya peningkatan yang cukup signifikan atas jumlah barang yang ditayangkan pada e-katalog dibandingkan tahun lalu. Per 23 Mei 2022, terdapat kenaikan sebesar 105 ribu jenis produk atau 103 persen dari jumlah tahun 2021, sehingga menjadi 206 ribu jenis produk yang ditayangkan.
“Walaupun, kenaikan ini masih jauh dari target 1 juta jenis produk tayang pada LKPP, namun hal ini bisa dipandang sebagai langkah awal yang positif,” ucapnya.
Selain itu, kenaikan ini juga didukung dengan kenaikan produk dalam negeri yang mencapai 104 ribu jenis produk tayang atau 50,75 persen dari total produk yang ditayangkan. Transaksi pembelian produk lokal di e-katalog juga sudah lebih baik, yang mencapai Rp16,17 triliun dibandingkan penjualan produk impor sebesar Rp8,65 triliun.
“Meskipun, jika ditelisik lebih lanjut berdasarkan jenis produk yang terjual, ragam produk impor masih mendominasi. Dari 27.033 produk terjual, 14.816 (54,81 persen) item di antaranya adalah produk impor,” kata Ateh. (her/din)