Surabaya (pilar.id) – Pemilu 2024 diprediksi masih diramaikan oleh fenomena golput. Dr. Dwi Prasetyo, S.Sos., M.PSDM., pemerhati komunikasi politik dari Stikosa AWS, menyoroti beberapa faktor yang memperkuat tren golput ini, terutama ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik dan politisi.
“Dugaan masyarakat bahwa partai politik dan politisi kurang memiliki integritas dan lebih mementingkan diri sendiri menjadi salah satu faktor utama. Kesimpulan ini didasarkan pada sejumlah pernyataan terkait dinamika politik yang terjadi,” ungkap Dwi, Selasa (13/2/2024).
Dinamika politik yang dimaksu antara lain muncul setelah penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden, keputusan Mahkamah Konstitusi, kontroversi wakil partai dan wakil rakyat, serta masalah netralitas pemimpin negara.
Dwi menambahkan bahwa munculnya kesan bahwa hasil pemilu sebelumnya tidak menghasilkan perubahan yang signifikan juga turut memperparah situasi.
“Pernyataan politisi dan tokoh publik harusnya tidak dianggap sebagai bualan semata. Meskipun diucapkan sebagai lelucon, tetap memiliki dampak, setidaknya menjadi sesuatu yang diingat dan memunculkan asumsi,” tegasnya.
Edukasi Politik yang Perlu Ditingkatkan
Menurut Dwi, panggung politik seringkali dianggap sebagai pertarungan kekuasaan oleh sebagian masyarakat karena minimnya pemahaman tentang politik dan pemilu. Hal ini disayangkan karena partisipasi politik, termasuk hak pilih, sangat menentukan masa depan bangsa.
“Keterbatasan referensi dan pemahaman yang rendah terhadap proses komunikasi politik membuat masyarakat merasa jauh dari proses politik. Padahal, setiap tindakan politik memiliki dampak yang signifikan bagi negara,” ujarnya.
Tingginya propaganda dangkal dan penyebaran hoaks di media sosial juga semakin memperumit pemahaman masyarakat terhadap politik. Ini dapat menyebabkan keraguan dalam memilih dan pada akhirnya memunculkan fenomena golput yang merugikan demokrasi.
“Fenomena golput harus diatasi karena dapat melemahkan demokrasi,” tandas Dwi. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan edukasi politik, memperkuat integritas dan akuntabilitas partai politik dan politisi, serta melakukan reformasi sistem pemilu untuk lebih adil dan demokratis.
Selain itu, penting juga untuk memperhatikan aksesibilitas pemungutan suara bagi semua kalangan masyarakat, termasuk yang bekerja, yang tinggal di daerah terpencil, dan penyandang disabilitas.
“Pemilu adalah momen krusial bagi masa depan negara. Melalui pemilu, rakyat memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat yang akan membentuk arah bangsa. Oleh karena itu, partisipasi aktif dalam pemilu sangatlah penting,” pungkas Dwi. (hdl)