Jakarta (pilar.id) – Korupsi merupakan extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh sebab itu, harus ditangani secara extraordinary juga.
Pernyataan ini disampaikan Presiden RI Joko Widodo dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021 di Gedung Juang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Presiden mengatakan, dilihat dari jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum, jumlahnya juga termasuk luar biasa. Pada periode Januari sampai November 2011, Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi. Kejaksaan pada periode yang sama telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi. Demikian pula dengan KPK, yang telah menangani banyak sekali kasus korupsi seperti tadi yang sudah disampaikan oleh Ketua KPK.
“Beberapa kasus korupsi besar juga berhasil ditangani secara serius. Dalam kasus Jiwasraya, misalnya, para terpidana telah dieksekusi penjara oleh Kejaksaan dan dua di antaranya divonis penjara seumur hidup, dan aset sitaan mencapai Rp18 triliun, dirampas untuk negara,” jelas presiden.
Dalam kasus Asabri, lanjutnya, tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai dengan hukuman mati, serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah.
Dalam penuntasan kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), Satgas BLBI juga bekerja keras untuk mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp110 triliun, dan mengupayakan agar tidak ada obligor dan debitur yang luput dari pengembalian dana BLBI.
“Namun, aparat penegak hukum termasuk KPK, sekali lagi, jangan cepat berpuas diri dulu, karena penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini,” ingat Presiden Jokowi.
Dalam sebuah survei nasional di bulan November 2021 yang lalu, masyarakat menempatkan pemberantasan korupsi sebagai permasalahan kedua yang mendesak untuk diselesaikan.
Di urutan pertama adalah penciptaan lapangan pekerjaan. Ini yang diinginkan oleh masyarakat, mencapai 37,3 persen. Urutan kedua adalah pemberantasan korupsi, mencapai 15,2 persen. Dan urutan ketiga adalah harga kebutuhan pokok, mencapai 10,6 persen.
“Dan apabila tiga hal tersebut dilihat sebagai satu kesatuan, tindak pidana korupsi menjadi pangkal dari permasalahan yang lain. Korupsi bisa mengganggu penciptaan lapangan kerja. Korupsi juga bisa menaikkan harga kebutuhan pokok,” tegas presiden.
Survei tersebut juga menunjukkan, bahwa masyarakat yang menilai baik dan yang menilai buruk upaya pemberantasan korupsi saat ini dalam proporsi yang seimbang. Yang menilai sangat baik dan baik, sebanyak 32,8 persen. Yang menilai sedang 28,6 persen, serta yang menilai buruk dan sangat buruk sebanyak 34,3 persen.
Kemudian kalau dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, ranking Indeks Persepsi Korupsi kita di tahun 2020 juga masih perlu kita perbaiki lagi. Singapura, ini ranking ke-3. Brunei Darussalam, ini ranking 35. Ini di Asia, bukan di Asia Tenggara, di Asia. Ini dari 180 negara. Singapura, sekali lagi, ranking ketiga. Brunei Darussalam, ranking 35. Malaysia, ranking 57. Dan Indonesia masih di ranking 102. Ini yang memerlukan kerja keras kita untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi kita bersama-sama.
Tetapi ada perkembangan yang menggembirakan, sebagaimana ini data BPS, mengenai Indeks Perilaku Antikorupsi di masyarakat yang terus naik dan membaik. Tahun 2019 berada di angka 3,7. Tahun 2020 di angka 3,84. Tahun 2021 di angka 3,88. Artinya, semakin tahun semakin membaik.
“Melihat fakta-fakta tersebut, diperlukan cara-cara baru yang lebih extraordinary. Metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan. Penindakan Jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan. Namun, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat,” ingatnya.
Upaya penindakan sangat penting untuk dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu, bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan efek menakutkan, deterrence effect kepada yang berbuat, tetapi penindakan juga sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan mengembalikan kerugian negara.
Asset recovery dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP juga harus diutamakan untuk penyelamatan dan pemulihan keuangan negara, serta memitigasi pencegahan korupsi sejak dini.
“Saya mengapresiasi capaian asset recovery dan peningkatan PNBP kita di semester pertama tahun 2001, misalnya, Kejaksaan Agung berhasil mengembalikan kerugian negara dari penanganan kasus korupsi sekitar Rp15 triliun. Dan tadi jumlah yang lebih besar juga disampaikan oleh Ketua KPK, yang telah dikembalikan kepada negara lewat KPK,” tambahnya.
Presiden Jokowi menilai, upaya ditetapkannya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana juga penting. Dan ini, kata presiden, terus didorong dan diharap bisa diterapkan tahun depan.
“Saya juga mendorong KPK dan Kejaksaan Agung agar semaksimal mungkin menerapkan dakwaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU untuk memastikan sanksi pidana dengan tegas, dan yang terpenting untuk memulihkan kerugian keuangan negara,” tegasnya. (hdl)