Surabaya (pilar.id) – Melihat lahan kosong yang saat musim hujan jadi rawa-rawa, dan di musim kemarau tumbuh ilalang setinggi manusia dewasa, membuat Iwan Ridwan, warga Nginden Jangkungan, Surabaya, mencoba memanfaatkan lahan depan rumah itu jadi sebuah taman.
“Awalnya hanya 3×5 meter, saya dengan 10 warga lainnya secara swadaya menguruk. Setelah kita uruk, kita tanami sedikit-sedikit, dari tahun 2008. Tak lama warga lain melihat, termasuk ketua RW serta Lurah jika lahan tersebut sudah dirapikan dan dibikin taman,” kenangnya
Hingga tahun 2014, cerita Iwan, desanya berkesempatan mengikuti kompetisi Kampung Herbal Bejo tingkat kota. Saat itu ia melombakan jahe merah hasil panen taman warga dan mendapat juara dua. Saat itulah warga semakin tahu dan mulai banyak yang menanam tanaman herbal.
Setelah mendapat penghargaan, warga mulai sadar jika kampungnya mulai didatangi oleh pengunjung. Akhirnya di tahun 2015 secara bersama-sama warga Nginden Jangkungan RW 05 menjadikan taman tersebut sebagai Kampung Herbal
“Setelah banyak tamu dan pengunjung, warga mulai mempersiapkan diri dengan menanam tanaman herbal, sebagai bentuk tanggungjawab keberlanjutan dari tahun 2014,” ucap Iwan selaku Ketua Kampung Herbal
Sebelum diresmikan menjadi Kampung Herbal, berdasar keterangan Iwan. Jika ada beberapa warga yang mengusulkan Kampung Mangga, Kampung Hijau. Namun menurutnya, bila hanya ditanami satu jenis tanaman, kedepan akan mengalami kesulitan
“Kalau tanaman herbal bisa mencakup ratusan tanaman. Sudah ada 130 jenis tanaman herbal, mulai dari kunyit, sirih, serai, lengkuas, bawang dayak, kecubung, daun salam, belimbing wuluh, daun salam, jati belanda, bunga telang dan tanaman lainnya,” sebutnya.
Hasil dari hasil tanaman tersebut, selain dikonsumsi sendiri, warga juga memanfaatkan untuk memproduksi beberapa jenis minuman herbal, seperti bir pletok, sinom, jahe merah dan lainnya.
Adapun cara yang diterapkan oleh Iwan dengan warga, yaitu setiap rumah harus menanam minimal 5 tumbuhan herbal, dengan catatan setiap rumah harus berbeda jenis tanamannya. Setiap rumah harus bertanggungjawab atas tumbuhannya sendiri.
“Tanamanya bisa ditaruh di tempatkan di pekarangan rumah sendiri atau ditaman depan rumahnya. Awal hanya 3×5 meter, kini hampir seluruh RT 9 sudah ditanamai tumbuhan herbal. Tidak ada iuran ataupun shift merawat taman,” paparnya.
Meski berdiri di lahan pemerintah, namun dari dinas sekitar seperti Dinas Pertanian dan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya mengapresiasi atas kegiatan warga yang memanfaatkan lahan dengan tujuan yan positif dan demi kepentingan bersama.
“Saya menyampaikan peruntukan lahan ini, ke dinas terkait. Jangan sampai warga yang semangat membuat kampung herbal ini, tahu-tahu dari pemkot punya program lain yang tidak sinergi, seperti mungkin membuat gedung yang tak hubungannya dengan herbal atau hal lain yang tak ada kaitannya dengan penghijauan, tetapi selama ini dari Dinas mendukung,” jabarnya.
Selama kurang dari 6 tahun berjalan, Kampungg Herbal sering menjadi tempat Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa dari beberapa Universitas dalam memajukan Kampung Herbal Surabaya ini.
Tak hanya itu, pemerintah kota Surabaya, juga kerap menjadikan Kampung Herbal sebagai salah satu destinasi bagi tamu-tamu pemkot Surabaya dari luar negeri.
“Seperti di tahun 2017 dan 2018, Kampung Herbal dipilih sebagai destinasi yang di kunjungi oleh 15 negara asia-afrika. Jadi saat itu, benar-benar kita percantik dan ada dukungan dari pemkot Surabaya,” jelasnya.
Namun kini, Iwan merasa jika semangat warga kian landai sejak pandemi masuk ke Indonesia tahun 2020 Indonesia. Meski begitu, Iwan masih memiliki cita-cita membuat kampung herbal wisata dan edukasi.
“Untuk itu kita membutuhkan unit-unit yang mendukung untuk. Sekarang sudah ada perpus herbal, komposter kita belum punya, pipal sudah ada, seni budaya untuk wisata juga sudah ada. Jalan setapak untuk wisatawan harus kita siapkan, yang semuanya diharapkan dapat meningkatkan perekonomian warga,” harap pria 50 tahun itu.
Tak hanya itu, Iwan juga berharap adanya Kampung Herbal ini, dapat menjadi pendorong bagi kampung lain untuk menjadi kampung-kampung pendukung. Seperti membuat kampung kerajinan pernak-pernik atau lainnya.
“Ketika ada kunjungan akan kita undang untuk datang kesini. Memamerkan dan menjual hasil kreasinya ataupun sebaliknya. Jadi saling mendukung antar kampung,” tutup Iwan. (jel/hdl)