Yogyakarta (pilar.id) – Perayaan tahun baru Imlek di Kota Yogyakarta tidak lepas dari kemeriahan Kampung Ketandan. Daerah Kampung Ketandan sudah jamak dikenal sebagai kawasan pecinan yang melegenda di Malioboro.
Kampung Ketandan bahkan sudah berusia lebih dari 230 tahun. Kampung Ketandan saat ini sudah bermetamorfosa menjadi sebuah kampung pecinan peranakan.
Memasuki Kampung Ketandan, pengunjung akan disuguhi pemandangan bangunan yang beraneka ragam gaya. Salah satu saksi akulturasi budaya yang berjalan dari masa ke masa di Kampung Ketandan.
Dari ujung timur Ketandan, gapura dengan ornamen khas Tionghoa akan menyambut pengunjung. Masuk ke area kampung ini, warna merah dan kuning mencolok di bangunan-bangunan yang merupakan pertokoan sekaligus tempat tinggal etnis Tionghoa.
Ketandan terletak di perempatan yang menghubungkan Jalan Margo Mulyo, Jalan Beskalan, dan Jalan Ketandan. Berada di sebelah utara Pasar Beringharjo, kampung ini tersohor dengan perdagangan emasnya yang berada di sisi kanan dan kiri jalan Ketandan.
Sejarah Kampung Ketandan
Tokoh Tan Jin Sing ialah seorang Kapiten Tionghoa yang cerdas. Ayahnya bernama Demang Kalibeber menikah dengan keturunan Sultan Amangkurat dari Mataram, Raden Ayu Patrawijaya. Setelah ayahnya wafat, kala itu usianya masih bayi Ia diangkat anak oleh saudagar Tionghoa, Oie The Long.
Kepiawaiannya berbahasa Mandarin, Inggris, dan Hokkien membuatnya berteman dengan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Raffles. Lalu, ia menjadi translator atau penghubung bahasa antara Raffles dengan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) III.
Kemudian, Sri Sultan HB III mengangkatnya sebagai bupati dengan gelar Raden Tumenggung Secodiningrat, Sultan pun juga mengizinkan etnis Tionghoa untuk bermukim di kampung tersebut.
Akhirnya, kampung ini menjadi pemukiman para petugas pajak etnis Tionghoa yang mendapat julukan ‘Tondo’ atau Ketandan. Seiring berjalannya waktu, kawasan ini berkembang menjadi tempat perdagangan bahan pokok dan jamu tradisional, hingga tahun 1950 penduduk beralih menjual emas menyusul besarnya prosespek pasar.
Arsitektur yang Khas
Paduan arsitektur gaya Tionghoa, Eropa dan Jawa dengan nuansa tempo dulu masih mendominasi tempat ini. Menurut sejarah, atap bangunan di kampung ini dulunya berbentuk gunungan, adanya akulturasi dengan kebudayaan Jawa, atap kemudian direnovasi berbentuk lancip.
Arsitekturnya yang unik, menjadi salah satu daya tarik untuk sekadar swafoto atau menjelajah kawasan ini. Di samping itu, karena kekayaan budayanya ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menetapkan Kampung Ketandan sebagai cagar budaya yang akan terus dikembangkan dan dijaga untuk mempertahankan arsitekturnya. (riz/fat)