Surabaya (www.pilar.id) – Melihat dampak plastik impor yang dikirim oleh negara maju secara ilegal, seperti Amerika, Jerman, dan negara lainnya, membuat Aeshnina Azzahra Aqilani tergerak untuk melakukan sesuatu.
Keprihatinannya itu, timbul saat Nina, nama panggilannya, mengetahui jika negara maju membuang sampahnya ke negara Indonesia, salah satunya di Desa Bangun, Mojokerto, Jawa Timur.
“Ketika laku pun, sampah itu di cacah-cacah dulu, dan dicuci pakai air sumur yang kemudian dibuang ke sungai, airnya berbusa dan mengandung mikroplastik,” ujarnya.
Sebaliknya, bila sampah tidak laku, akan dibuat bahan bakar pabrik tahu dan kerupuk yang mengeluarkan asap hitam pekat dan beraroma tak sedap, serta memiliki kandungan dioksin yang berbahaya bagi manusia
“Dioksin dari hasil pembakaran plastik tidak akan hilang dan mengancam kesehatan. Jadi air dan udara sekarang tidak ada yang sehat, maka dari itu saya gak mau hidup ditempat seperti itu dan harus ada tindakan,” tegas siswa kelas tiga sekolah menengah pertama (SMP) ini.
Berangkat dari keresahan itu, Nina mengirimkan surat kepada beberapa konsulat negara Eropa, seperti Jerman, Amerika Serikat, hingga ke perdana menteri Australia, serta Kanada untuk menghentikan pengiriman sampah ke Indonesia
“Tahun 2021 saya juga mengirimkan surat ke Joe Biden. Memang Indonesia meminta eksport sampah, tapi hanya kertas dari negara maju, tetapi bukan sampah plastik yang dikirim secara illegal,” jabarnya.
Ia bercerita jika aksinya menulis surat berawal, sejak dirinya duduk di kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Saat sang guru, membuat tugas membuat surat yang ditujukan oleh Bupati Gresik tentang hal-hal diinginkan untuk masa depan Gresik yang dijadikan satu dalam bentuk buku
“Saat itu, buku yang berisi surat dari teman-teman diterima oleh Wakil Bupati, dari kejadian itu saya berfikir, menulis surat itu mudah, yang penting bisa menulis, serta surat bisa ditujukan ke siapapun, bahkan presiden,” kenangnya.
Hingga beberapa waktu lalu, perempuan berusia 12 tahun ini berkesempatan mengikuti aksi peduli ke Belanda dan beberapa negara lainnya, dalam misi menghentikan ekspor sampah ke Indonesia
“Saya sama papa dan mama mengikuti Plastic Health Summit di Belanda, sekalian saya juga ngirim surat hentikan eksport sampah ke pemerintah Amsterdam,” ucapnya
Tak hanya itu, Nina juga berkesempatan untuk mengunjungi perusahaan daur ulang plastik satu-satunya di Amsterdam. Kegiatan tersebut, merupakan respon dari pemerintah Amsterdam dalam menanggapi surat Nina. Dalam kunjungannya ia menyimpulkan jika dalam recycle pabrik hanya mampu mendaur ulang 60 persen sedang 40 persen lainnya dibakar
“Secanggih-canggihnya teknologi dan sekaya-kayanya negara, masih akan susah mengelola sampah plastik, ya sudah dibuang ke negara berkembang saja,” simpulnya.
Nina pun berkesempatan terbang ke Skotlandia untuk mengikuti acara COP Coalation 26 dan bertemu dengan aktivis-aktivis lingkungan terkenal seperti teman-teman Greta Thunberg dan lainnya
“Saya seneng banget, karena saya sudah lama ngefans sama mereka, saya di sana juga melakukan unjuk rasa bersama aktivis-aktivis muda lainnya,” cerita remaja yang kerap disebut Nina Gresik ini.
Atas pengalaman berharganya itulah, ke depan Nina bersama Ecological Observation and Wetlands (ECOTON) akan mengadakan workshop menulis surat mengenai apa yang ingin diubah yang diberi nama Letter For Future yang ditujukan kepada anak-anak
“Sebelum mereka membuat surat, terlebih dahulu mereka mengamati, melakukan penelitian tentang pencemaran apa yang terjadi di desa mereka, lalu kita membuat surat untuk pemerintah setempat,” jelasnya.
Selama Nina melakukan aksi peduli lingkungan ini, ia berharap jika teman-teman sebaya dan semua orang, mau lebih peduli dan paham, jika bumi saat ini tidak sedang baik-baik saja. Karena masa depan terancam pencemaran mikroplastik.
“Saya mengajak masyarakat lebih peduli, terlebih pemerintah dalam memfasilitasi, serta membuat peraturan melarang pemakaian plastik sekali pakai dan meminta kepada perusahaan yang memproduksi sampah agar bertanggungjawab,” tutup Nina. (jel)