Jakarta (pilar.id) – Angka stunting pada balita di Indonesia masih cukup tinggi. Dalam kondisi pandemi, pemerintah diminta meningkatkan edukasi dan sosialisasi pada masyarakat soal pemenuhan gizi yang benar dan mumpuni guna cegah stunting pada anak.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 27,7 persen.
Ahli Gizi dr Tan Shot Yen melihat, banyak dari masyarakat Indonesia belum teredukasi soal pemenuhan gizi. Salah satu cerminannya, saat ini masih banyak masyarakat yang mengeluarkan uang lebih untuk hal-hal merugikan atau tidak perlu. Baik dari sisi ekonomi, ataupun kesehatan.
“Salah satu contohnya yakni, ketimbang membeli buah dan sayur-sayuran, sekarang masih banyak masyarakat membeli rokok dan membeli makanan atau minuman kemasan,” kata dr Tan, Minggu (19/12/2021).
Hal itu juga berlaku bagi orang tua yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah harus memberikan literasi yang baik pada penerima bantuan sosial (bansos) soal pemenuhan gizi yang benar dan mumpuni. Dengan demikian, angka stunting saat pandemi akan mengalami penurunan.
Selain itu, Tan menyarankan, pemerintah tak lagi memberikan bantuan sosial berupa makanan yang sehat dan bergizi. “PHK akan menjadi masalah kalau bansos dari pemerintah tidak tertangani dengan baik,” kata dia.
Pada dasarnya, kata dia, stunting yang dialami anak dapat dicegah dengan memberikan asupan makanan yang bergizi dan bernutrisi tinggi. Untuk mendapatkan makanan yang bergizi, tidak harus mengeluarkan uang sedemikian banyak atau tidak mahal.
Apabila ada yang beranggapan PHK dapat meningkatkan kasus stunting, itu menjadi pertanda bahwa pemahaman masyarakat soal pemenuhan gizi yang benar belum mumpuni. Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih giat mengedukasi masyarakat tentang cara pemenuhan gizi.
Menurutnya, meningkat atau tidaknya angka stunting tergantung bagaimana gaya hidup keseluruhan masyarakatnya. Menjadi mampu adalah kata kunci. Mampu memprioritaskan kebutuhan, menata isi piring, dan mampu berdayakan diri.
Apabila tak segera ditangani dengan baik, ia meyakini pandemi yang melanda Tanah Air berpotensi meningkatkan angka stunting pada anak. Namun, ia tak bisa memprediksi secara pasti berapa persentase peningkatannya.
“Amat mungkin angka stunting meningkat. Tapi bukan kapasitas saya dalam menentukan angka stunting. Karena menyebut proyeksi angka harus didukung dengan data,” ujar Tan. (her)