Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengajak negara-negara di kawasan Samudera Hindia untuk memperkuat kerjasama dan kolaborasi guna menghadapi ancaman tsunami. Langkah ini diambil dalam rangka mencegah serta meminimalisir risiko yang mungkin timbul akibat bencana gempa bumi dan tsunami yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Dalam Webinar of Lessons Learnt during Exercise Indian Ocean Wave 2023 yang diselenggarakan oleh Inter-Governmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System (ICG/IOTWMS), Dwikorita Karnawati, selaku Kepala BMKG dan Chair of ICG/IOTWMS, menekankan urgensi kerjasama regional.
Ia menyoroti pengalaman pahit tsunami Aceh pada tahun 2004, yang memberikan pelajaran penting bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia.
Samudera Hindia diidentifikasi sebagai salah satu wilayah paling rentan terhadap tsunami, mengingat adanya dua zona subduksi yang dapat memicu tsunami di seluruh samudera. Dwikorita menegaskan perlunya membangun kapasitas dan kesadaran masyarakat untuk merespon potensi tsunami dengan cepat dan tepat waktu.
“Saat ini, isu disabilitas hanya ditangani secara sosial dan itu kurang maksimal,” ujar Dwikorita.
Dalam upaya meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat, BMKG mengusulkan pembentukan Tsunami Ready Community. Program ini didasarkan pada 12 indikator penilaian potensi bahaya, kesiapsiagaan, dan respon yang telah ditetapkan oleh UNESCO-IOC.
“Dengan kerjasama dan kolaborasi yang kuat diharapkan seluruh negara mampu memberikan layanan peringatan tsunami pada masyarakat, termasuk yang disebabkan oleh faktor selain gempabumi tektonik, dan juga peringatan tsunami untuk wilayah non-subduksi gempabumi,” tambahnya.
Dwikorita juga menjelaskan bahwa pada tahun 2023, telah dilaksanakan Indian Ocean Wave Exercise 2023 (IOWave23) dengan empat skenario yang melibatkan simulasi tsunami non-seismik. Latihan ini bertujuan untuk mengevaluasi rantai peringatan dini tsunami, memastikan kesinambungan Standard Operating Procedure (SOP), dan melibatkan para pihak terkait.
“Latihan ini agar pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait lebih terampil, cekatan, tidak canggung, dan tidak panik saat tsunami terjadi, serta tahu apa yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi gempabumi dan tsunami. Mengingat, hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempabumi dan tsunami,” tutupnya. (usm/hdl)