Jakarta (pilar.id) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Jokowi meminta agar Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah merevisi aturan baru jaminan hari tua (JHT) yang berpolemik di tengah masyarakat.
Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia mengapresiasi sikap Jokowi terkait keputusannya untuk mengambil sikap pada isu JHT kali ini. Pasalnya, polemik terkait aturan baru JHT sudah semakin ramai dan dipertentangkan publik.
“ASPEK mengapresiasi apa yang sudah menjadi sikap Presiden Jokowi, khususnya terkait dengan perintah kepada Menaker untuk melakukan revisi aturan Permenaker 2/2022,” kata Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia, Sabda Pranawa Djati, Rabu (23/2/2022).
Kendati demikian, kata Sabda, ASPEK tidak mengharapkan adanya revisi aturan, melainkan meminta agar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua dibatalkan dan kembali kepada Permenaker 19/2015.
Sebab, aturan di Permenaker 19/2015 sudah sangat adil bagi pekerja. dalam aturan itu, para pekerja yang di-PHK atau mengundurkan diri dinyatakan sudah berhenti bekerja dan membayar iuran. Intinya adalah, Permenaker 19/2015 memberikan keleluasaan untuk setiap pekerja yang sudah tidak lagi bekerja untuk mengambil atau tidak dana JHT-nya.
“Karena jika dibandingkan dengan Permenaker 15/2015, Permenaker 2/2022 itu perubahan signifikannya pada batas usia pekerja baru bisa mencarikan dana JHT-nya saat 56 tahun, selebihnya hampir sama. Jadi kenapa juga direvisi,” tegasnya.
Ia curiga, Menaker bisa melakukan manuver untuk mengubah Permennaker 19/2015 dengan merevisi Permenaker 2/2022, namun isinya tetap mempersulit atau membatasi hak pekerja. Atau yang paling tidak diinginkan pekerja, revisi aturan tetap tidak memihak pada pekerja atau buruh.
Ia mengancam, kalau pada akhirnya Permenaker 2/2022 direvisi namun tidak sesuai dengan harapan pekerja atau buruh, akan ada demonstrasi yang lebih besar lagi. Pekerja atau buruh alam kembali turun ke jalan untuk meminta keadilan.
“Prinsipnya kembalikan lagi kepada filosofi dasar kepesertaan JHT. Namanya peserta itu, berarti dia masih bekerja dan bayar iuran. Kalau sudah tidak bekerja artinya dia sudah berhenti dan artinya JHT bisa diambil kapanpun dia mau,” tukas Sabda. (her/din)