Surabaya (pilar.id) – Wakil Presiden Indonesia, KH Ma’ruf Amin hadir dan membuka secara langsung Muktamar Fikih Peradaban 1 yang berlangsung di Hotel Shangri-La, Surabaya pada Senin (6/2/2023).
Muktamar Fikih Peradaban 1 merupakan rangkaian dari Harlah Satu Abad NU yang puncak perayaannya akan berlangsung pada Selasa (7/2/2023) besok di Gelora Delta Sidoarjo.
Dalam sambutannya saat membuka Muktamar Fikih Peradaban 1, Wapres Ma’ruf Amin juga menyampaikan pandangannya terkait fikih kontekstual. Termasuk menyatakan bahwa ajaran islam adalah ajaran yang tidak alergi dengan perubahan.
“Memang keterlaluan ini panitia. Wakil Presiden suruh membicarakan fikih kontekstual,” kata Wapres Ma’ruf Amin disambut tepuk tangan dan tawa dari para peserta Muktamar Fikih Peradaban 1.
Lebih lanjut, Wapres Ma’ruf Amin juga menjelaskan bahwa ajaran islam terbagi menjadi dua. Ada yang tetap dan tidak berubah atau tsawabit.
“Namun, ada pula ajaran yang terbuka pada perubahan atau mutaghayyirat. Orang yang beranggapan ajaran islam alergi pada perubahan, bisa dipastikan tidak memahami ajaran islam itu sendiri,” terang Wapres Ma’ruf Amin.
Pembahatuan fikih, menurut Wapres Ma’ruf Amin justru dinilai akan mampu membuka cakrawala pemikiran yang lebih luas.
Terutama agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman dan bisa menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan yang ada di masa depan.
“Tidak benar bahwa ilmu pengetahuan memnatik kerusakan. Yang merusak itu keserakahan manusia dalam memanfaatkan pengetahuan,” lanjut Wapres Ma’ruf Amin.
Wapres Ma’ruf Amin juga memberikan himbauan agar para ulama turut berpartisipasi dalam pembentukan sistem global yang lebih adil dan beradab.
Hal tersebut, tentu bisa dilakukan dengan pengembangan antara pengetahuan islam dengan perubahan zaman yang ada saat ini.
“Ulama harus mengedepankan kedaiaman agar dapat mencapai solusi menghadapi masalah-masalah masakiri seperti kemiskinan dan perubahan iklim”.
Menurut Wapres Ma’ruf Amin, ada tiga tombak utama untuk bisa membangun sebuah peradaban yang adil dan beradab.
“Pertama, menjalankan tugas sebagai wakil Allah SWT. Kedua, sebagai wakil Allah maka manusia harus dapat menguatkan satu sama lain,” lanjutnya.
Terakhir adalah menjaga agar tidak terjadi kegaduhan antar manusia yang sama-sama tinggal di bumi. Sebab, setiap kerusuhan atau kegaduhan yang terjadi, nantinya akan memberikan dampak luas dan merambat pada yang lain. (fat)