Jakarta (pilar.id) – Komitmen Presiden Joko Widodo menurunkan angka stunting nasional di angka 14 persen pada tahun 2024 bukan harapan kosong belaka.
Komitmen ini, seperti yang diamanahkan kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN), juga perlu mendapat peneguhan semua pemerintah daerah.
Jawa Tengah, satu diantara 12 provinsi prioritas yang memliki prevalensi stunting tertinggi berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 masih memiliki 19 kabupaten dan kota dengan kategori kuning (prevalensi 20 sampai 30 persen).
15 kabupaten dan kota lainnya berkategori hijau dengan prevalensi di kisaran 10 hingga 20 persen. Sementara satu kabupaten lainnya berstatus biru, yang berarti dibawah prevalensi 10 persen.
Jika dirangking berdasar prevalensi terbesar, lima kabupaten dengan angka stuntingnya terbesar berturut-turut adalah Wonosobo, Kabupaten Tegal, Brebes, Demak dan Jepara. Sementara lima kabupaten yang memiliki prevalensi stunting terendah dimulai dari Grobogan, Kota Magelang, Wonogiri, Kota Salatiga, dan Purworejo.
Agar sesuai dengan target penurunan angka stunting 14 persen, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen.
Dengan melihat kondisi aktual yang terjadi saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah seolah ditagih komitmennya di tahun 2024, agar tidak ada kabupaten dan kota di wilayah Jawa Tengah yang berstatus merah. Status merah diberikan untuk daerah yang memiliki prevalensi di atas angka 30 persen.
Untuk memastikan komitmen bersama, BKKBN berencana menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (Ran Pasti) di Semarang pada Selasa (1/3/2022) besok.
“Acara yang dihelat besok itu menjadi strategis mengingat BKKBN sedang memfinalisasi Ran Pasti dengan pendekatan keluarga berisiko stunting,”ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Ran Pasti, lanjutnya, akan menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten dan kota, Pemerintah Desa, serta pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Hasto, BKKBN yang ditugaskan Presiden Jokowi sebagai pengendali pencegahan stunting selalu mendukung dan memperhatikan upaya konvergensi dengan mengedepankan kebaharuan, khususnya di tingkat Desa dan Keluarga. Pemanfaatan data mikro keluarga dengan by name by address dan by problem tentunya.
BKKBN dengan 200 ribu Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari unsur Bidan, PKK dan Kader KB atau kader pembangunan lainnya yang ada di desa.
Dengan demikian jumlahnya akan setara dengan 600 ribu orang. Mereka akan dilatih dan mendampingi calon pengantin atau calon pasangan usia subur, ibu hamil, ibu dalam masa interval kehamilan, serta anak usia 0 hingga 59 bulan.
Sosialisasi Ran Pasti di Semarang jadi pijakan awal bagi penjelasan mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa.
Dikupas juga mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario pendanaan stunting di daerah.
Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan memacu kemajuan pembangunan daerah.
Dalam Sosialisasi Ran Pasti yang digelar di Hotel Poo, Semarang ini menghadirkan Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat serta para wakil ketua dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes. (hdl)