Jakarta (pilar.id) – Rancangan Undang-Undang (RUU) sudah disahkan menjadi UU oleh DPR. Sebelum diundangkan, RUU IKN sendiri dinilai cacat prosedural dan dianggap sebagai bentuk dari ancaman keselamatan ruang hidup rakyat maupun satwa langka yang berada di Kalimantan Timur, terutama yang terdampak dengan adanya proyek IKN yaitu Kabupaten Penajam, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Koalisi Masyarakat Kalimantan Timur Menolak IKN. Salah satu perwakilan koalisi dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko menilai, megaproyek IKN sendiri berpotensi akan menggusur lahan-lahan masyarakat adat, terutama masyarakat adat Suku Balik dan Suku Paser serta warga transmigran yang sudah lama menghuni di dalam kawasan 256 ribu hektare.
Salah satu alasan atas pemindahan Ibu Kota adalah berangkat dari semakin meningkat dan kompleksnya permasalahan di DKI Jakarta. DKI Jakarta dinilai tidak layak dari aspek daya dukung dan daya tampung.
“Oleh karena itu, dengan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, merupakan gambaran tidak becusnya pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di Jakarta,” kata Yohana, Rabu (19/1/2022).
Di sisi lain, kata Yohana, RUU IKN minim partisipasi publik, padahal di dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 menyebut bahwa setiap UU wajib ada partisipasi dari publik. Penetapan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur adalah keputusan politik tanpa dasar yang jelas, tidak partisipatif, dan tidak transparan.
Cacat prosedural dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kembali dilakukan dalam pembuatan RUU IKN. Sebelumnya dilakukan secara tertutup, terbatas, dan tidak melibatkan masyarakat yang terdampak langsung dari pemindahan ibu kota.
Masyarakat di wilayah lain yang juga akan terdampak dalam megaproyek ini seperti ribuan ASN pemerintah pusat di Jakarta dan sekitarnya, warga di Sulawesi Tengah, serta 2 kampung masyarakat adat yang hidup disepanjang sungai kayan akan ditenggelamkan beserta 5 kampung yang juga digusur paksa untuk pembangunan bendungan kecil pendukung PLTA Kaltara.
“Hal tersebut demi memasok listrik bagi situs perkantoran di ibu kota baru,” kata dia.
Adapun, lahan IKN yang akan dibangun tidak lain merupakan lahan-lahan perusahaan sawit, hutan tanaman industri, serta tambang yang merupakan milik para oligarki-oligarki yang dengan sengaja merusak hutan dan lahan. Di samping itu, pemindahan IKN merupakan agenda terselubung pemerintah guna menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan oleh beberapa korporasi yang wilayah konsesinya masuk dalam wilayah IKN.
Berdasarkan uraian di atas, lanjut Yohana, koalisi menyatakan bahwa rencana pemindahan IKN sama sekali tidak memiliki dasar kajian kelayakan yang meliputi aspek kemaslahatan, keselamatan, dan kedaulatan umat (manusia, dan nonmanusia) dan cenderung dipaksakan sehingga berpotensi mengancam, menghancurkan dan menghilangkan ruang hidup masyarakat.
Koalisi juga mendesak kepada pemerintah untuk mencabut dan membatalkan UU IKN karena cacat prosedural dan tidak menjawab persoalan yang dihadapi rakyat Indonesia saat ini.
“Koalisi juga mendesak kepada pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan krisis yang terjadi di Jakarta dan Kalimantan Timur, bukan pemindahan IKN,” pungkasnya. (her/hdl)